Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik sebut masih banyak kegagalan yang terjadi dalam tata kelola SDA di Benua Etam.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Kalimantan Timur merupakan sebuah wilayah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA). Sehingga sektor tersebut menjadi salah satu penyumbang penghasilan terbesar di Benua Etam. Namun hal itu dapat habis sia-sia jika tidak dikelola dengan baik.
“Kaltim diberikan luar biasa banyak potensi. Sekarang orang Kaltim ngorek sedikit saja dapat batu bara bisa dijual dapat uang,” tutur Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik, saat panen raya di Desa Rempanga, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kertanegara,Senin (13/5/2024).
Namun, SDA tersebut dapat habis jika tidak dikelola dengan baik. Menurutnya, tata kelola merupakan kunci untuk keberlangsungan ekonomi yang ada di Kaltim.
Pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri ini mengakui masih banyak kegagalan yang terjadi dalam tata kelola SDA. Dalam konteks ini, ia menyinggung soal pertanian dan ketahanan pangan yang masih menjadi momok di Kaltim.
“Banyak kegagalan tata kelola SDA. Pertanian kita tidak maksimal memberikan kontribusi pada kesejahteraan masyarakat,” sambungnya.
Di dalam teori ekonomi, mekanisme pasar didasari oleh pasokan dan permintaan. Kaltim sendiri masih kurang dalam hal produksi sedangkan permintaan terus meningkat setiap waktunya.
Menurut data yang dimiliki Akmal, saat ini Kaltim membutuhkan sekira 334 ribu ton per tahun beras untuk 4 ribu jiwa. Dan tentunya akan bertambah seiring berjalan waktu. Sayangnya produksi Kaltim setiap tahunnya hanya mencapai 134 ribu ton per tahun. Artinya masih kurang dari 30 persen. Sedangkan kebutuhan sisanya masih membutuhkan kiriman dari luar Kaltim.
“Persoalannya ketika tata kelola tidak benar, akhirnya harga naik. Makanya kemarin di berita dikatakan semua harga mahal. Ya karena kita masih datang kan dari luar kalau pun kita buat disini biaya produksinya tinggi,” tegasnya.
Untuk mengatasi itu, kata Akmal, pemerintah harus intervensi pasar karena gagalnya menghadirkan harga berimbang. Pemerintah harus memproteksi, memberikan subsidi, serta melakukan langkah intensif.
Menurutnya, permasalahan pertanian di Benua Etam disebabkan dengan keterbatasan lahan, kurangnya kreativitas dan inovasi.
“Ketika lahan terbatas harus intensifikasi dan diversifikasi,” pungkasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id