Neni Moerniaeni dan Agus Haris target tuntaskan kemiskinan ekstrem dalam 100 hari kerja. Tercatat warga miskin ekstrem ada 149 jiwa.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Wali Kota Bontang terpilih, Neni Moerniaeni, dan wakilnya Agus Haris target menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem di wilayahnya dalam waktu 100 hari kerja.
Langkah ini diawali dengan pemberian bantuan langsung kepada 149 jiwa dari 42 kepala keluarga (KK) yang teridentifikasi masuk kategori miskin ekstrem. Berdasarkan data Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kota Bontang.
“Kita akan berikan bantuan Rp300 ribu untuk setiap jiwa, bukan KK. Bantuan ini akan membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari,” tutur Neni, Jumat (27/12/2024).
Berdasarkan rincian Neni, alokasi anggaran penanganan kemiskinan ekstrem ini mencapai Rp536,4 juta per tahun atau sekitar Rp44,7 juta per bulan. Dengan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang sebesar Rp3 triliun, Neni optimistis dana tersebut dapat segera dialokasikan melalui pergeseran APBD 2025.
“Kita malu masih ada warga yang masuk kategori miskin ekstrem. Oleh karena itu, program ini menjadi prioritas utama saya setelah pelantikan,” tegasnya.
Miskin Ekstrem di Bontang Capai 149 Jiwa, Paling Banyak di Kelurahan Berbas Tengah
Berdasarkan data awal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jumlah warga miskin ekstrem di Bontang diperkirakan mencapai 1.600 jiwa. Namun, setelah verifikasi lapangan oleh Dinkes Bontang, jumlah tersebut menyusut menjadi 149 jiwa dari 42 KK.
Dari data tersebut, Kecataman Bontang Selatan mencatatkan angka miskin ekstrem tertinggi, dengan 82 jiwa dari 23 KK. Di kecamatan tersebut, Kelurahan Berbas Tengah mencatatkan jumlah tertinggi dengan 42 individu dari 16 KK.
Menyusul Kecamatan Bontang Utara dengan 59 jiwa dari 16 KK. Kemudian, Kecamatan Bontang Barat dengan 8 jiwa dari 3 KK.
Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (DSPM) Kota Bontang, Toetoek Pribadi Ekowati, menjelaskan data tersebut pihaknya dapatkan melalui tinjauan langsung ke lapangan. Adapun pendataan menggunakan kategori miskin ekstrem yang mengacu pada indikator Bank Dunia.
Indikator ini digunakan untuk mengukurkemampuan warga memenuhi kebutuhan hidup harian. Standar yang digunakan yaitu pendapatan kurang dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity) atau sekitar Rp10.739 per orang per hari, setara dengan Rp322.170 per bulan.
“Angka 149 jiwa dari 42 kepala keluarga di Bontang ini hasil tinjau lapangan yang kami lakukan secara langsung,” tutur Toetoek.
Neni menegaskan, bahwa pergeseran APBD 2025 akan dimanfaatkan secara maksimal untuk program-program mendesak yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Selain bantuan tunai, ia juga berencana meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi lokal.
Langkah cepat dan terukur ini diharapkan mampu menghapus stigma kemiskinan ekstrem di Kota Bontang. Menurut Neni, sebagai kota dengan wilayah kecil dan terus berkembang, Bontang seharusnya tidak lagi memiliki angka kemiskinan ekstrem.
“Anggaran ini bukan hanya untuk menanggulangi angka kemiskinan ekstrem, tetapi juga sebagai langkah awal memperbaiki taraf hidup masyarakat secara menyeluruh,” pungkasnya. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Devi Nila Sari