Pengamat Ekonomi Kaltim mengkritisi polemik program MBG. Menurutnya kebijakan ini berujung pembebanan kepada masyarakat.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk realisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya Rp10 ribu per anak diseluruh Indonesia. Namun, kebijakan ini dinilai tidak relevan lantaran pkebutuhan dan kondisi ekonomi masing-masing daerah berbeda-beda.
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, kebijakan ini kurang mempertimbangkan perbedaan harga kebutuhan pokok di berbagai wilayah. Standar Rp10 ribu dinilai terlalu rendah, terutama bagi daerah-daerah terpencil yang memiliki akses terbatas dan harga bahan makanan yang lebih mahal.
“Kalau di Samarinda mungkin hanya cukup untuk telur setengah matang, tetapi di daerah seperti Mahulu atau Penajam Paser Utara (PPU) yang akses logistiknya sulit, nilainya semakin kecil,” kata Purwadi.
Ia juga mengkritik pengurangan anggaran MBG dari Rp15 ribu per anak, sebagaimana dijanjikan sebelumnya oleh pemerintahan Presiden Prabowo, menjadi hanya Rp10 ribu.
Keputusan ini dikatakannya, mencerminkan inkonsistensi pemerintah dalam merealisasikan program prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM).
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menempatkan pembangunan SDM sebagai prioritas utama. Anggaran untuk program ini seharusnya ditingkatkan, bukan malah dikurangi,” tegasnya.
Pengamat Nilai Kenaikan PPN 12 Persen untuk Program MBG
Semua hal ini berujuang dugaan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, sebagian digunakan untuk mendanai program MBG ini. Ia menilai, kebijakan tersebut berpotensi membebani masyarakat.
“Pada akhirnya, rakyat yang harus menanggung beban biaya untuk makan gratis ini. Ini bukan makan gratis, karena uangnya berasal dari pajak yang dibayar rakyat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Purwadi juga menyoroti anggaran untuk program MBG di Kalimantan Timur (Kaltim) yang hanya sebesar Rp17 ribu per anak. Meskipun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim menambahkan Rp7 ribu dan pemerintah pusat memberikan Rp10 ribu per anak, ia menilai jumlah tersebut masih belum mencukupi, terutama mengingat sulitnya aksesibilitas di sejumlah daerah di Kaltim.
“Anggaran seharusnya dinaikkan menjadi minimal Rp20 ribu hingga Rp25 ribu, mengingat tingginya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim yang mencapai Rp25 triliun pada 2024, dengan jumlah penduduk hanya sekitar 4 juta jiwa,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari