Mahal dan Tidak Efektif, Banyak Perda di Kaltim Belum Selesaikan Masalah Daerah

Fajri
By
3 Views
Foto: Situasi rakor pembinaan terhadap pembentukan produk hukum daerah. (Yasinta Erikania Daniartie/Akurasi.id)

Sejak 2015 hingga 2022, ribuan perda dan pergub diterbitkan, namun banyak yang belum mampu menyelesaikan masalah di daerah. Ketidaksinkronan regulasi, biaya tinggi, dan produk hukum kadaluarsa menjadi tantangan utama.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Sejak 2015 hingga 2022, telah diterbitkan 2.166 peraturan daerah (perda) dan 15.025 peraturan gubernur (pergub). Ironisnya, banyak dari regulasi tersebut belum mampu mengatasi permasalahan di daerah. Padahal, proses pembentukan produk hukum ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri RI, Imelda, menilai kondisi ini menyebabkan “obesitas regulasi” di daerah. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan koordinasi agar perda tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Untuk menghasilkan peraturan yang baik, harus sesuai dengan undang-undang serta putusan pengadilan,” ungkap Imelda dalam Rapat Koordinasi Pembinaan Produk Hukum Daerah di Odah Etam, Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, Senin (20/1/2025).

Imelda menjelaskan, Kemendagri rutin melakukan inventarisasi terhadap perda yang dilaporkan pemerintah daerah melalui Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Berdasarkan laporan tersebut, rata-rata setiap provinsi mengesahkan 72 perda dan pergub per tahun.

Untuk mencegah terjadinya obesitas regulasi, Kemendagri akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perda yang ada. Jika ditemukan regulasi yang tidak sesuai dengan aturan, pihaknya akan memberikan rekomendasi, baik berupa revisi maupun pencabutan perda. Proses ini harus dilakukan paling lambat pada pembentukan Bapemperda tahun berikutnya.

“Jika diabaikan, akan menjadi catatan evaluasi kinerja bagi pemda yang bersangkutan dan dapat berimplikasi pada sanksi administratif,” tegas Imelda.

Dirjen Otda Kemendagri RI sekaligus Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Akmal Malik, turut menyoroti ketidaksinkronan antara perda dan regulasi nasional. Menurutnya, kondisi ini mencederai tata kelola layanan publik sehingga menjadi tidak efisien.

“Kami ingin memastikan bahwa produk hukum daerah sesuai dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang ditetapkan pemerintah pusat,” kata Akmal.

Ia menambahkan, ketidaksinkronan ini masih sering terjadi, meski saat ini telah dilakukan audit terhadap perda yang tidak relevan atau kadaluarsa.

“Banyak perda lama yang sudah tidak relevan, sehingga hanya menjadi beban regulasi di daerah. Produk hukum seperti ini sebaiknya dicabut karena selain tidak efisien, proses pembentukannya juga memakan biaya yang besar,” jelasnya.

Akmal berharap upaya harmonisasi regulasi antara daerah dan pusat dapat mengurangi masalah ketidaksinkronan yang menghambat efektivitas pemerintahan. (*)

Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *