Rokok Jadi Coping Mechanism, Spesialis Jiwa RSUD Taman Husada Bontang: Perspektif yang Salah

Suci Surya
928 Views

Spesialis Jiwa RSUD Taman Husada Bontang menyebut pihaknya terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi soal stres, kecemasan, atau masalah mental lainnya.

Kaltim.akurasi.id, Bontang – Berbagai alternatif dipilih orang dalam menghadapi tekanan hidup. Tak sedikit orang yang mencari pelarian instan. Rokok tembakau hingga rokok elektrik sering kali dijadikan cara cepat untuk meredakan stres.

Sayangnya, menurut Dokter Spesialis Jiwa RSUD Taman Husada Bontang dr. Dewi Maharni, M.Sc., Sp.KJ dari Klinik Psikiatri RSUD Taman Husada Bontang, cara ini bukanlah solusi, melainkan awal dari masalah yang lebih besar.

“Banyak orang yang bilang, mereka ngerokok karena stres. Tapi faktanya, itu justru memperparah kondisi mereka,” ungkap dr. Dewi.

Dokter Dewi menjelaskan bahwa penggunaan rokok atau zat adiktif lainnya sebagai coping mechanism atau mekanisme penanganan stress yaitu pendekatan yang keliru. Rokok mungkin memberikan rasa lega sesaat. Tapi itu bukan karena masalahnya selesai, melainkan karena tubuh mendapatkan efek nikotin yang memicu sensasi rileks sementara. Sayangnya, rasa rileks ini tidak menyelesaikan akar masalah.

Lebih parah lagi, ketergantungan pada rokok justru akan mengarahkan penggunanya menuju kecanduan. Dokter Dewi menggambarkan pola yang sering terjadi. Awalnya seseorang merasa cukup dengan lima batang rokok per hari. Tapi seiring waktu, jumlah itu bertambah menjadi 10, 15, bahkan bisa mencapai dua hingga tiga bungkus sehari.

“Lama-lama dosis yang dulu cukup, jadi enggak mempan lagi. Maka orang itu butuh lebih banyak untuk merasakan lega yang sama. Dan di situlah siklus kecanduan mulai bekerja,” tambahnya.

Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah dampaknya pada kesehatan fisik. Zat kimia dalam rokok dan rokok elektrik bisa merusak paru-paru, jantung, dan organ penting lainnya. Tadinya hanya ingin menghilangkan stres, akhirnya malah menambah daftar penyakit.

“Sudah stres, tidak sembuh-sembuh, tubuh pun rusak,” kata dr. Dewi.

Ia menegaskan bahwa solusi stres bukanlah dengan menambah beban baru lewat konsumsi zat adiktif. Justru, pendekatan yang lebih sehat dan efektif adalah dengan berbicara dan berdiskusi. Menurut dr. Dewi, peran lingkungan sekitar juga penting. Teman, keluarga, bahkan media bisa membantu menyebarkan kesadaran bahwa ada cara yang lebih sehat dalam menghadapi tekanan hidup.

“Kalau memang ada stres, ayo konsultasi. Jangan lari ke rokok, narkoba, atau alkohol. Itu semua hanya menyamarkan masalah, bukan menyelesaikannya,” ujarnya.

Sebagai psikiater, ia terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi soal stres, kecemasan, atau masalah mental lainnya. Dengan semakin banyaknya kampanye dan edukasi, dr. Dewi berharap masyarakat, khususnya generasi muda, bisa mulai memahami bahwa kesehatan mental adalah hal yang serius dan layak untuk diperjuangkan dengan cara yang benar.

“Bukan berarti kamu gila kalau datang ke psikiater. Justru kamu berani menyelamatkan dirimu sendiri sebelum terlambat,” tutupnya. (adv/rsudtamanhusdabontang/cha/uci)

Penulis: Siti Rosidah More
Editor: Suci Surya Dewi

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana
#printfriendly .related-sec { display: none !important; } .related-sec { display: none !important; } .elementor-2760 .elementor-element.elementor-element-0f8b039 { --display: none !important; } .elementor-2760 { display: none !important; }