Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Polemik lahan di Kelurahan Jenebora, Pantai Lango, Maridan, dan Gersik yang kini telah disulap menjadi Bandara Very Very Important Person (VVIP) masih jauh dari kata selesai. Hingga kini, status kepemilikan banyak lahan warga masih menggantung dan belum terakomodasi.
Dalam pertemuan terbaru bersama warga, Asisten I Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU), Nicko Herlambang, mengakui masih banyak lahan yang belum tuntas, khususnya yang sudah masuk daftar Badan Bank Tanah (BBT) namun Sertifikat Hak Pakai (SHP)-nya belum diterbitkan.
Menurut Nicko, Pemkab PPU tidak memiliki kewenangan penuh mengambil keputusan, karena kebijakan berada di tangan BBT. Pihaknya hanya bertugas melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) untuk memetakan permasalahan di lapangan.
“Kami sudah meminta camat agar lebih mendengarkan masyarakat, didampingi Bank Tanah. Kami juga minta warga segera melengkapi data-data agar bisa berproses,” ujarnya.
Nicko menyebut, langkah awal yang akan dilakukan pemerintah adalah menyelesaikan sengketa lahan existing yang terkena Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan Bandara VVIP, termasuk penggantian tanam tumbuh. Ia mengingatkan agar masyarakat segera memenuhi persyaratan agar penerbitan SHP bisa dipercepat.
“Kalau ada tumpang tindih, itu diselesaikan berikutnya. Yang penting jangan sampai masyarakat justru dirugikan. Jangan direlokasi ke lahan yang sudah lama dikuasai warga lain, tetapi lahan yang benar-benar milik kebun perusahaan (HGU PT TKA) harus dikembalikan ke masyarakat,” tegasnya.
Hingga kini, tercatat 129 subjek penerima reforma agraria, termasuk 23 orang yang telah menerima SHP, telah mengurus kelengkapan administrasi ke notaris. Namun, ribuan subjek lain yang juga memiliki lahan existing masih menunggu penyelesaian.
Bagi warga yang menolak skema reforma agraria, Nicko menegaskan pemerintah tidak akan mengabaikan mereka. Namun, penyelesaian tetap diprioritaskan kepada yang sepakat agar proses tidak terhambat.
Baca Juga
“Yang menolak, kami pilah satu per satu alasannya. Jangan hanya menolak lalu tidak ditelusuri lagi,” katanya.
Nicko mengakui, salah satu hambatan utama penyelesaian sengketa lahan ini adalah pembangunan Bandara VVIP yang terus dikebut sejak 2024. Target percepatan proyek tersebut justru menghambat penuntasan masalah sosial yang menyertainya.
Data Pemkab PPU menyebut, ada sekitar 600 subjek penerima reforma agraria yang sebelumnya memiliki lahan existing dengan total objek seluas 1.800 hektare. Namun, proses redistribusi terhambat karena kepastian kepemilikan masih tumpang tindih.
“Orang mengaku sudah lama punya kebun di lahan tersebut, tapi saat dicek sudah ada yang mematok atau menanami tanah itu,” jelasnya.
Untuk diketahui, dari total HGU PT TKA seluas 4.000 hektare, hanya sekitar 1.600 hektare yang benar-benar aktif ditanami sawit. Sisanya merupakan lahan existing milik masyarakat yang sejak awal dipinjamkan kepada negara untuk dikelola melalui HGU.
“Sisanya itulah yang dikembalikan ke masyarakat, karena memang dari awal itu lahan mereka,” pungkas Nicko. (*)
Baca Juga
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id