“Trek.. trek.. trek.. suara pukulan palu kayu yang berbenturan dengan lantai kayu ulin memekak kesunyian kawasan wisata Hutan Mangrove Telok Bangko. Tampak puluhan anak dengan seragam berwarna biru bertuliskan SDN 004 Bontang Utara sedang memecah getah daun diatas sebuah kaos putih bersama ibu mereka”
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Suara keseruan dan riuh tawa anak-anak SDN 004 Bontang Utara menyambut kami yang berjalan gontai sehabis menempuh kurang lebih 800 meter menuju Teluk Bangko. Sebuah kawasan wisata yang berfokus pada pembudidayaan pohon mangrove di pesisir Kecamatan Bontang Utara.
Kesan ketekunan tergambar saat memasuki gerbang jalanan kayu ulin sepanjang kurang lebih 100 meter ini. Tergambar bagaimana ketekunan warga Loktuan yang tergabung dalam Kelompok Mangrove Telok Bangko. Hadi Wiyoto, pegiat budidaya mangrove bersandar ke dinding kayu menyambut kedatangan kami.
Hadi menceritakan bagaimana dirinya sangat mencintai mangrove dan telah berjuang sejak lama untuk membudidayakannya. Sejak 2019 dirinya bersama Pupuk Kaltim mengembang eko eduwisata mangrove dengan harapan dapat mendidik generasi kedepannya lebih mencintai lingkungan.
“Saya tidak bisa mendidik orang tuanya, maka saya didik anaknya untuk jaga lingkungan dan tidak buang sampah sembarangan,” ungkapnya, Sabtu (18/10/2025).
Baca Juga
Dahulu, sejak dirinya sampai di Kota Bontang, untuk merantau dari Sulawesi, Hadi resah dengan perilaku masyarakat yang tidak menghargai laut tempatnya bertumbuh dan bersandar. Banyak warga yang membuang sampah ke laut, terutama yang rumahnya berada di pesisir. Dirinya, sempat datang dan mencoba melakukan edukasi, sayangnya niat baiknya diabaikan. Imbauannya dibalas dengan kalimat ‘nenek kami sudah lama hidup dan buang sampah disini, sampai sekarang masih hidup saja’.
“Saat saya datang ini aur-auran, semuanya campur jadi satu dan penuh sampah, semua binatang mati dan sampah jadi satu, sangat bau,” tambahnya.
Sehingga impiannya untuk mengedukasi generasi muda dituangkan dalam eko eduwisata ini, semua dipikirkannya secara matang agar anak-anak tertarik untuk datang dan terlibat. Dirinya dan kelompok Mangrove Telok Bangko mendirikan playground murah-meriah, hanya dengan Rp10 ribu rupiah, semua anak dapat bermain sepuasnya dengan bola warna-warni dan udara bersih hasil dari mangrovenya.
Baca Juga
Selain itu, orangtua dari anak-anak tersebut jadi tidak khawatir jika anaknya ditinggal untuk beribadah atau kegiatan lainnya. Anak-anaknya akan diawasi dengan baik oleh penggerak eko eduwisata ini.
“Konsepnya ya kurang lebih sama kayak playground yang di mall, tapi ini kan murah meriah. Cuma Rp10 ribu untuk sepuasnya. Karena orientasinya bukan hanya materi, tetapi juga pendidikan. Ini yang dirawat bersama kelompok,” jelasnya.
Hadi dan kelompoknya berharap kawasan ini juga aman untuk anak, bahkan dalam pembangunan pagarnya juga dipikirkan secara matang. Dirinya membangun pagar lebih tinggi dan ganda dengan wiremesh agar anak tidak terjatuh ke lumpur. Ia sangat berharap dengan lahannya yang seluas kurang lebih 6 hektare ini akan berdampak pada cara berpikir anak-anak kedepannya.
Berbagai kegiatan yang bermanfaat dilakukan di lokasi ini, dirinya mengajak sekolah-sekolah terdekat untuk terlibat dalam kegiatan yang langsung bersinggungan dengan lingkungan seperti eco print. Metode mentransfer motif dan warna tumbuhan ke kaos atau kain sehingga menghasilkan motif alami.
Bersama Pupuk Kaltim, guru-guru hingga staf di sekolah dilatih untuk membuat eco print agar dapat mengajarkan kepada siswanya. Kegiatan ini menurut Hadi dapat mengajarkan berbagai hal kepada anak-anak. Mulai dari mengenal berbagai jenis daun di sekitar rumah dan memanfaatkan seluruh sumber daya dari alam.
“Harapannya ya 15 tahun kedepan anak-anak yang kita lihat ini sudah peduli dan tidak buang sampah sembarangan. Gunanya mangrove bukan hanya untuk menahan abrasi dan gelombang laut tapi juga bisa untuk hal lain seperti eco print,” tambahnya.
Sementara itu, Mulyanti, Wali Kelas 1 SDN 004 Bontang Utara mengatakan lebih dari 500 siswanya terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler ini. Setiap sabtu secara bergantian dirinya membawa anak-anak untuk lebih kreatif bersama dengan alam. Kali ini anak-anak yang berasal dari kelasnya bersama dengan ibu mereka datang membawa kurang lebih 10 daun dan bunga berbagai bentuk.
Asalnya, dari lingkungan rumahnya, mulai dari Daun Pepaya, Daun Jati, Daun Mangrove, hingga daun Kenikir. Anak-anak didampingi ibunya membentuk motif-motif menarik dari daun lalu melapisinya dengan plastik bening. Selanjutnya, mereka bekerja sama mengeluarkan zat hijau dan getah berwarna dari daun tersebut agar motifnya tertempel di kaos putih berukuran beragam tersebut.
“Kegiatannya ekstrakurikuler, kelas 1-6, untuk kelas 1 buat pounding ecoprint. Kalau kelas 3 eco-print miroring, kalau kelas 5 dan 6 blanket,” ujar Mulyati.
Menurutnya, teknik pounding merupakan teknik yang paling mudah dimengerti oleh anak-anak usia 6-7 tahun. Cukup memukul-mukul daunnya saja, motif dapat tercetak. Setelahnya, mereka akan mencelupkannya ke kapur sirih untuk mempertahankan motifnya.
Mulyanti bersama guru dan staff mendapatkan pelatihan ini bulan lalu, semuanya dibiayai Pupuk Kaltim. Selanjutnya, dirinya intens mengajari anak-anak agar menghasilkan karya yang nantinya akan dipamerkan dan dijual untuk mendukung kegiatan sekolah.
“Tahun kemarin kami bersama Pupuk Kaltim melakukan budidaya mangrove, anak-anak juga terlibat. Kalau yang ini semua guru dan staff ikut terlibat pelatihan. Nanti hasilnya akan dibuat pameran, bisa dijual buat koperasi sekolah,” tuturnya.
Riri (31), salah satu orangtua siswa yang terlibat mengaku senang mengikuti kegiatan ini, dirinya dapat memiliki kegiatan yang dilakukan bersama anaknya. Tak hanya memiliki waktu bersama anak, dirinya juga dapat bertemu dengan orangtua siswa yang lain dan berbagi terkait perkembangan anaknya.
“Jadi tidak hanya menambah skill, kita juga bisa sharing antar orangtua, anak dapat bermain juga,” tambahnya.
Ketekunan Hadi dan kelompoknya terus membuahkan hasil dari tahun ke tahun. Asisten Vice Presiden Bidang Pembangunan Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Pupuk Kaltim (PKT), Uchin Mahazaki memilih Telok Bangko sebagai tempat pemberdayaannya. Menurutnya, Hadi sangat mencintai Mangrove hingga mampu merelakan lahan pribadinya untuk kelangsungan lingkungan hidup.
“Kalau kita dipikir lahannya kan bisa jadi yang lebih menguntungkan. Tapi kan malah dipakai pembudidayaan mangrove. Harapannya teluk bangkok bisa tetap mandiri dan berperan penting untuk konservasi mangrove. Sehingga kedepannya bisa menjadi partner Pupuk Kaltim,” tuturnya.
Ia berharap Teluk Bangko dapat terus melakukan pembibitan dan nantinya dapat ditanam di tempat lain seperti Kampung Malahing atau Guntung. Sehingga mangrovenya terus berkualitas dan terus berfokus melakukan kegiatan yang melestarikan lingkungan.
Selain itu, Uchin mengatakan Pupuk Kaltimjuga mendukung soal cita-cita Hadi dan kelompoknya yang mengedukasi anak-anak untuk lebih peduli dengan lingkungan. Melalui Gerakan Lindungi Mangrove sebagai Budaya Jaga Alam Dunia (Gemilang Buana) yang menggaet 3 SD Negeri setempat dengan melatih gurunya metode eco-print.
“Harapannya bisa menularkan ke siswanya untuk ekstrakurikuler yang menyenangkan, untuk memakai daun pohon yang disekitarnya yang cocok jadi ecoprint. Jadi sekarang guru-guru bergantian memakai area ini untuk belajar,” paparnya.
Melalui kurikulum Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) melalui membudidayakan mangrove. Uchin memahami sulitnya berkaitan dengan penyesuaian waktu dan tempat saja. Selain itu, program ini juga dipadupadankan untuk mendukung Telok Bangko lebih ramah anak.
Pembangunan yang ramah anak ini juga hasil sumbangsih pengawasan dari aspek core kompetensi Bidang Keselamatan Kesehatan Kerja. Pembangunan pagar dengan wiremesh berdasarkan hasil dari penilaian ahli wisata untuk menjaga keamanan anak. Ia akan melihat sejauh mana sumberdaya yang dimiliki kelompok Mangrove Telok Bangko untuk mengembangkan wisata ramah anak.
Dari sisi komersilnya, pihaknya juga akan meninjau sejauh mana kebutuhan permainan anak atau pengembangan playground kedepannya. Kelompok juga harus memperhitungkan terkait hal tersebut.
Mewujudkan eko eduwisata ramah anak dan pemberdayaan mangrove ini menurut Uchi, tek terlepas dari skema industri yang ada. Pada praktiknya, jika terdapat lahan yang disiapkan untuk lahan produksi, maka perlu kompensasi untuk menanam kembali, sebagaimana yang dilakukan di Telok Bangko ini.
“Misal ada beberapa daerah yang mangrovenya hilang di beberapa area untuk penyiapan lahan industri. Kami menanam di daerah sendiri di HGB 65,” tambahnya.
Begitupun terkait penyediaan udara bersih agar Kota Bontang lebih ramah anak, Pupuk Kaltim memiliki kewajiban untuk melakukan upaya pengurangan emisi. Uchin mengatakan dari sisi sosial pihaknya melihat dan menghitung pengurangan emisi dari jumlah mangrove yang ditanam.
“Kami bekerja sama PKSPL IPB (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Red.) untuk menilai hal tersebut,” ujarnya.
Uchin berharap semakin canggih mesin industri yang dipakai akan menghasilkan emisi yang lebih sedikit dan mangrove yang ditanam akan lebih bertumbuh dan menyerap karbon.
“Ini (Telok Bangko) kita jadikan sebagai pusat P5 agar anak-anak lebih sering datang. Harapannya bisa menjadi tempat wisata untuk anak-anak dan orang tua,” tutupnya. (*)
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Suci Surya Dewi