Hasil panen yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Menjadi alasan Bulog tidak membeli padi dan beras dari petani di PPU. Aji Mirni Mawarni mengingatkan pemerintah agar segera atasi masalah pertanian Kaltim tersebut.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Masyarakat Kaltim, khususnya para petani di Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser mengeluhkan, hasil panen padi dan beras miliknya tidak dibeli oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).
Menanggapi itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dapil Kaltim Aji Mirni Mawarni bilang, bahwa alasan bulog tidak membeli hasil pertanian warga dikarenakan padi atau beras yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.
“Mereka bilang kalau beras hasil pertanian mereka tidak dijual karena memang tidak dibeli oleh bulog. Untuk makan sendiri, selebihnya dijual ke tetangga-tetangga atau lingkungan disitu saja,” ucap Anggota DPD Dapil Kaltim, Aji Mirni Mawarni pada Senin (4/3/2023).
Mawarni berharap agar pemerintah segera melakukan terobosan supaya petani di Kaltim tidak lagi merasakan sulitnya pendistribusian komoditas hasil pertanian ke konsumen. Mengingat Kaltim sebagai calon IKN Nusantara, tentunya hasil pangan perlu ditingkatkan lagi.
“Kita tidak bisa menyalahkan bulog, karena mereka memiliki standar dan aturan sendiri dalam hal ini,” ucapnya.
Atasi Masalah Pertanian Kaltim Bisa dengan Perkuat Penyuluhan!
Menurutnya, langkah yang tepat untuk masalah ini, dengan memberikan penyuluhan pertanian kepada setiap Desa/Kelurahan yang ada di Kaltim. Supaya menghasilkan petani yang berkualitas. Dengan demikian, hasil pertanian pun ikut meningkat.
“Soal pertanian, Kaltim memang belum bisa berbicara banyak di kancah nasional. Di wilayah Kaltim, kebutuhan sektor pangan, terutama beras, masih dipasok dari Pulau Jawa dan Sulawesi,” ujarnya.
Aji juga bilang, sektor pertanian Kaltim belum dapat menghasilkan padi atau beras secara maksimal. Rata-rata petani Kaltim hanya dapat panen 1 kali dalam 1 tahun. Kabupaten Kukar dan PPU sebagai penghasil padi dan beras terbanyak di Kaltim pun mengalami penurunan produksi.
“Tanah di Kaltim ini memang kurang mendukung untuk sektor pertanian. Karena tingkat keasamannya tinggi sehingga memerlukan biaya untuk melakukan upaya kapurisasi,” jelasnya.
Penurunan produksi tersebut dikarenakan masih belum memadainya fasilitas di sektor pertanian Kaltim. Mayoritas sistem irigasi masih menggunakan sistem tadah hujan. Terjadi pula alih fungsi lahan pertanian menjadi konsesi pertambangan, dan jalan usaha tani yang belum baik.
Sebagai informasi luas panen padi pada 2022 mencapai sekitar 64,97 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 1,30 ribu hektar atau 1,96 persen dibandingkan luas panen padi di 2021 yang sebesar 66,27 ribu hektar. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Fajri Sunaryo