
Dongkrak PAD, Bapenda Bontang Perjuangkan Peralihan Status Pajak Badak LNG. Menurut Sigit, kalau sektor industri hulu PBB P3, pajaknya memang ke pusat. Sedangkan sesuai UU 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, PT LNG masuk dalam industri hilir. Dengan demikian, semestinya Badak LNG masuk PBB-P2.
Akurasi.id, Bontang – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bontang terus mengambil berbagai langkah inovasi untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Baik yang bersumber dari pajak maupun retribusi daerah. Tujuannya tidak lain, untuk menopang keuangan daerah dalam mendorong pemerataan pembangunan.
Di antara upaya itu, yakni dengan terus memaksimalkan sumber pendapatan dari Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari area industri Badak LNG. Perusahaan yang bergerak di pengolah gas alam itu, merupakan salah satu perusahaan penyumbang dana bagi hasil (DBH) yang cukup besar bagi Kota Bontang.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bapenda Bontang, Sigit Alfian. Dia mengatakan, terdapat beberapa sektor lain yang bisa dimaksimalkan. Salah satu contohnya dengan menjadikan PBB dari perusahaan. Seharusnya semua industri yang ada di Bontang menyetorkan PAD, sebagai bagian dari pajak bumi dan bangunan, sektor perdesaan dan perkotaan, atau dikenal dengan PBB-P2.
Dia menjabarkan, PBB-P2 adalah pajak atas bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Hal tersebut tertuang dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
“Saat ini jenis pajak yang dimiliki Badak LNG masih termasuk dalam kategori PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB-P3). Itu dianggap bagian dari sektor industri hulu dan pajaknya dibayarkan di pusat,” kata Sigit saat ditemui media ini, Senin (2/8/2021).
Dia menegaskan, PBB-P3 itu dianggap bagian dari sektor industri hulu dan pajaknya dibayarkan di pusat. Daerah hanya mendapatkan DBH 60 persen. Sementara, jika PBB-P3 diubah menjadi PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sektor itu bisa menjadi sumber PAD.
“Namun itu tetap bisa diupayakan. Dan juga sudah pernah dilakukan di daerah lain. Karena di sini jelas sekali objek pajaknya berada di Kota Bontang,” lanjutnya.
Dalam undang-undang, lanjut Sigit, disebutkan dalam mengelola anggaran pendapatan untuk daerah, pemerintah bisa bersandar dikewenangan otonomi daerah. Dari situ lah pihaknya upayakan.
[irp]
“Saya berharap agar hal ini bisa segera diupayakan, terlebih masyarakat juga sering mengkritik sumbangsih perusahaan tersebut untuk daerah. Kami juga sudah koordinasikan dengan pusat. Intinya jangan sampai objeknya berada di rumah kita, tapi kita tidak dapat apa-apa,” pungkasnya. (*)
Penulis: Rezki Jaya
Editor: Redaksi Akurasi.id