Memasuki tahun baru, sejumlah bahan pokok mengalami lonjakan harga. Kenaikan paling signifikan terjadi pada komoditas cabai dan bawang merah.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Memasuki awal tahun 2025, harga sejumlah bahan pokok mengalami lonjakan harga. Kenaikan paling signifikan terjadi pada komoditas cabai rawit dan bawang merah.
Jika awal Desember 2024 harga cabai berada di kisaran Rp50 ribu, maka per Januari 2025 masyarakat harus merogoh kocek hingga Rp110 ribu untuk mendapatkan 1 kilogram cabai merah.
Hal yang sama terjadi pada komoditas bawang merah. Jika biasanya 1 kilogram bawang merah dijual dengan harga Rp37 ribu, memasuki 2025 harganya tembus Rp40 ribu.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda, Nurrahmani mengakui, adanya tren kenaikan harga pada dua komoditas tersebut.
“Bawang merah mengalami kenaikan karena belum memasuki masa panen. Sedangkan cabai rawit naik, meskipun bukan disebabkan oleh kebijakan PPN (pajak pertambahan nilai) seperti yang sempat beredar di masyarakat,” jelas Nurrahmani.
Menurutnya, kondisi ini masih tergolong kondusif dan belum memberikan dampak signifikan terhadap pasokan di pasar. Sementara, harga bahan pokok lainnya belum mengalami kenaikan.
“Saat ini, hanya bawang merah dan cabai rawit saja yang mengalami kenaikan,” ucapnya.
Faktor Cuaca dan Tingginya Permintaan Dorong Lonjakan Harga
Kenaikan harga bawang merah diperkirakan akan bersifat sementara, seiring dengan panen yang akan berlangsung dalam beberapa minggu ke depan. Sedangkan untuk cabai rawit, faktor cuaca dan tingginya permintaan di pasar menjadi penyebab utama kenaikan harga.
Meski begitu, Nurrahmani memastikan, pihaknya terus memantau perkembangan harga di lapangan. Koordinasi dengan distributor dan pedagang juga dilakukan untuk memastikan ketersediaan pasokan dan mencegah lonjakan harga lebih lanjut.
“Kenaikan ini bersifat sementara, khususnya untuk bawang merah yang diperkirakan akan kembali stabil setelah panen,” katanya.
Nurrahmani juga menambahkan, informasi terkait penyebab kenaikan harga cabai rawit yang mengaitkan dengan kebijakan PPN tidak benar. “Kami pastikan hal ini murni karena faktor permintaan dan pasokan, bukan kebijakan pajak,” tegasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari