Melihat Cara Warga Desa Muara Siran Memanen “Emas” Walet dengan Menjaga Lahan Gambut (1)

kaltim_akurasi
24 Views
Pengembangan sarang walet di Desa Muara Siran telah membawa banyak keberkahan bagi warga setempat. (Istimewa)

Perburuan ikan ke area rerumputan memaksa warga Desa Muara Siran menyulut api. Kobaran kian jadi bila kemarau melanda Danau Muara Siran. Rerumputan yang menguning dan mengering, berubah dalam sekejap menjadi bara. Namun itu dulu. Kini, gugusan gedung walet merubah semuanya.

Kaltim.akurasi.id, Kutai Kartanegara – Gemuruh mesin kapal klotok milik Ancu memekik di tengah Sungai Muara Kedang Kepala, Jumat (28/7/2023). Dengan mata tajam, pria 26 tahun ini memandang arus sungai Desa Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Hari itu, Ancu menjadi nakhoda yang mengantarkan rombongan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Pemerintah Kaltim yang tengah berkunjung ke Muara Siran. Tangannya begitu kokoh memegang kemudi kapal dengan panjang 6 meter dan lebar 1 meter tersebut. Penglihatannya begitu fokus memilah setiap titik sungai.

Dari Sungai Muara Kedang Kepala, Ancu mengarahkan kapal klotok berwarna biru itu memasuki anak sungai lainnya di kawasan itu. Sejurus, warna kedua sungai tampak kontras. Dengan Sungai Muara Kedang Kepala berwarna kuning dan anak sungai Muara Siran berwarna kehitaman.

Perubahan warna dari kedua sungai ini, memang begitu adanya. Bukan karena pencemaran lingkungan. Melainkan menjadi ciri khas dari masing-masing sungai itu. Perubahan warna kehitaman pada anak sungai Muara Siran, kata warga setempat, memang jadi ciri khas air di kawasan rawa dan hutan gambut.

Seiring suara mesin kapal klotok yang menyusuri anak sungai Muara Siran. Perlahan tapi pasti, gugusan bangunan dengan berbagai ukuran tampak memagari anak sungai. Bangunan-bangunan itu tampak berdiri begitu kokoh. Dengan kayu sebagai lapisan utama bahan bangunan.

Di sepanjang bangunan, ratusan dan bahkan ribuan burung berterbangan. Sesekali buru-burung kecil dengan panjang sekitar 12,5 centimeter itu terbang rendah menuju anak sungai Muara Siran. Burung-burung yang khas dengan sayap hitam dan bulu berwarna abu-abu di dadanya itu turun minum dan membasahi tubuh.

Deretan demi deretan bangunan menjadi pagar anak sungai Muara Siran, merupakan rumah dan sarang bagi burung walet. Bangunan itu berdiri sepanjang sungai yang dipagari rerumputan, menjadi ciri khas kawasan gambut.

Sekitar 25 menit Ancu memacu kapal klotoknya. Rombongan FCPF tiba di ujung sungai. Sebuah pemandangan yang begitu indah dan mengundang decak kagum tersuguh. Danau membentang begitu luas dan indah. Dengan bentangan yang ditaksir mencapai ribuan hektare.

Air anak sungai Muara Siran berasal dari danau ini. Bagi masyarakat setempat, danau ini adalah bagian penting dari kehidupan mereka. ini bukan tanpa alasan. Pertama, sepanjang lingkaran danau, masyarakat menjadikannya tempat membangun sarang walet. Kedua, di danau ini pun masyarakat dari masa ke masa memanem ikan. Dengan ikan gabus sebagai komoditas utamanya.

Ya, Desa Muara Siran adalah salah satu desa di Kabupaten Kukar dan Kaltim yang terpilih sebagai bagian dari program perlindungan hutan dan lahan gabut. Ini sebagai sebuah kewajaran. Lantaran bentangan kawasan Desa Muara Siran adalah hutan gambut. FCPF menempatkan desa ini sebagai percontohan program pengurangan emisi karbon.

Menjaga Hutan Gambut, Merawat “Emas” Sarang Walet

Melihat Cara Warga Desa Muara Siran Memanen “Emas” Walet dengan Menjaga Lahan Gambut (1)
Sekretaris Desa Muara Siran, Mitawi saat diwawancarai awak media. (Dok. Akurasi.id)

Merawat hutan dan lahan gambut dari bahaya kebakaran, bukan datang sekadar dari anjuran pemerintah. Akan tetapi, bagi masyarakat Desa Muara Siran, melindungan hutan dan lahan gambut dari api, telah menjadi bagian dari kesadaran.

Dengan merawat dan melindungan gambut dari potensi api. Artinya, melindungi kehidupan mereka. Melindungan sumber mata pencaharian dan ekonomi. Sebab bila gambut terbakar, maka dampaknya bisa sangat luas. Antara lain yang pasti, produksi sarang walet bisa terancam gagal dan sirna.

Sekretaris Desa Muara Siran, Mitawi bercerita, kebakaran hutan dan lahan gambut memang menjadi musuh masyarakat. Lebih-lebih setelah masyarakat menjadikan sarang walet sebagai sumber ekonomi utama yang mereka miliki.

Kehadiran program pemberdayaan dan pembinaan oleh FCPN menekan emisi karbon. Menurutnya, seirama dengan apa yang dikehendaki masyarakat. Apalagi, dalam program FCPF, mendorong kesadaran masyarakat menjaga dan melestarikan hutan gambut. Sehingga menekan emisi karbon dari bahaya kebakaran.

Mitawi dan masyarakat Muara Siran menyadari benar, jika musuh terbesar mereka dalam menjaga hutan dan lahan gambut adalah kemarau berkepanjangan. Bila ini terjadi, maka mereka sudah mesti bersiaga bergelut dengan setiap potensi kebakaran.

“Kami sangat berharap, lewat bantuan pendanaan dari program emisi karbon. Dapat membantu kami mencegah potensi kebakaran sejak dini,” ujarnya pada para awak media yang bertandang ke Muara Siran.

Sebagai informasi, Pemprov Kaltim menerima pencairan dana emisi karbon gas rumah kaca (GRK) dari Bank Dunia awal 2023. Kaltim akan menerima kucuran dana segar sebesar USD20,9 juta atau Rp320 miliar, dari total USD 110 juta. Dari total dana tersebut, Kaltim menerima Rp69,15 miliar sebagai pembayaran di awal (down payment).

Dana tersebut merupakan bagian kontrak dari Bank Dunia (World Bank) dalam program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF). Yang diinisiasi sejak 13 tahun lalu dan kontraknya per 2019. Namun, baru terealisasi pada tahun 2022.

Desa Muara Siran menjadi salah satu desa yang masuk program penurunan emisi karbon di Kaltim. Sehingga berhak mendapatkan bantuan dana. Nantinya, penyaluran bantuan pendanaan itu, akan diberikan dalam berbagai bentuk program oleh Pemerintah Kaltim.

Sadar akan manfaat yang dihasilkan itu, Mitawi mengakui, bila hal tersebut menjadi penyuntik semangat bagi masyarakat untuk semakin menjaga hutan dan lahan gambut. Apalagi dengan kesadaran itu juga bertujuan menjaga ekosistem burung walet di desa tersebut.

“Kalau dananya sudah turun, akan banyak kami gunakan membiayai kegiatan operasional dan patroli. Supaya kami bisa melakukan pencegahan sejak awal atas potensi kebakaran hutan dan lahan gambut di wilayah kami,” tuturnya.

“Ya, termasuk untuk melakukan edukasi agar masyarakat mengelola hutan secara ramah tanpa membakar, mengeksploitasi, dan merusaknya,” tambah dia. (bersambung)

Penulis: Fajri Sunaryo

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *