Ketidakharmonisan memang acap kali dapat memicu berbagai masalah lain. Tidak terkecuali soal perceraian. Di Bontang, dari ratusan kasus perceraian, hampir 80 persen dipicu perkara ketidakharmonisan atau perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Imbasnya, 2024 ini, ada 457 calon janda dan duda di Bontang.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Di zaman dewasa ini, tidak bisa dimungkiri bahwa dalam pernikahan, romantisisme biasanya hanya terjadi di awal saja. Setelah melalui bahtera rumah tangga, rasa cinta bisa memudar atau bahkan hilang.
Pepatah yang menyebut cinta tumbuh seiring berjalannya waktu sepertinya tidak relevan lagi karena saat ini banyak pasangan yang kehilangan rasa yang dulu ada ketika mengikat janji setia. Maka, perceraian semakin dianggap normal sebagai jalan keluar.
Seperti yang terjadi di Kota Bontang, kasus perceraian seakan sudah menjadi hal lumrah yang banyak dilakukan banyak suami-istri. Bahkan menyandang status calon janda dan duda seolah sudah menjadi bagian dari tren hidup.
Dalam beberapa tahun terakhir, angka perceraian di daerah yang dikenal dengan Kota Taman ini, tumbuh begitu subur. Musababnya pun bisa dibilang cukup beragam. Dari persoalan ketidakharmonisan, ekonomi, hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga persoalan remeh temeh lainnya.
Jika menilik data perceraian tahun 2023 lalu yang dihimpun Akurasi,id, setidaknya terdapat 457 perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama (PA) Kota Bontang. Terdiri dari 125 kasus cerai talak atau yang diajukan oleh pihak laki-laki. Dan cerai gugat atau diajukan pihak perempuan sebanyak 332 kasus.
Kabag Humas Pengadilan Agama Bontang Ahmad Farih Shofi Muhtar mengatakan, meskipun jumlah kasus perceraian tahun 2023 menurun, jika dibanding tahun 2022 lalu yang mencapai 730 kasus. Hal ini tetap menjadi perhatian khusus.
“Tahun 2023 angkanya turun dibandingkan tahun sebelumnya, tapi kasus perceraian ini tetap harus jadi perhatian,” tegasnya kepada wartawan Akurasi.id, Selasa (9/1/2024).
Pun ia menjelaskan, dari total keseluruhan kasus yang ada, PA Kota Bontang menyelesaikan sebanyak 366 kasus. Faktor yang melatari tingginya perceraian di Bontang, ada 270 perkara yakni ketidakharmonisan atau perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
“Faktor ini terlihat sangat konsisten lebih tinggi, dibanding persoalan ekonomi yang hanya mencatat 34 kasus perceraian di tahun 2023,” ujarnya.
Sementara, Panitera Muda (Panmud) Hukum Pengadilan Agama Bontang, Hijerah juga membenarkan hal tersebut, banyaknya kasus perceraian dikarenakan hubungan yang tidak harmonis, sehingga menyebabkan kurang efektifnya komunikasi pasangan suami-istri (pasutri).
“Kasus ini banyak terjadi, pasangan kurang terbuka terhadap kebutuhan atau permasalahan yang dialaminya. Jadilah kurang komunikasi satu sama lain,” katanya.
Bermuara dari hal itu, terjadilah mispersepsi dalam berkomunikasi, Hijerah menyarankan untuk menjaga komunikasi sebaik mungkin. Sebab kominikasi merupakan kunci keterbukaan antara pasangan. Selain kominikasi, kata Hijerah, komitmen juga tak kalah penting untuk diterapkan dalam rumah tangga.
“Komunikasi dalam rumah tangga itu bukan hanya tentang memberi, namun juga menerima apa yang disampaikan oleh pasangan kita,” ujar Hijerah.
Sekedar informasi, memasuki tahun 2024 di bulan Januari per tanggal 5, terhitung lebih dari lima gugatan atau kasus perceraian yang sudah diterima oleh PA Bontang. (*)
Penulis: Ghiyats Azatil Ismah
Editor: Fajri Sunaryo