Berburu Senja di Bontang Kuala

Rachman Wahid
2 Views
Suasana dermaga belakang panggung Bontang Kuala menjelang petang. (Fajri/Akurasi.id)

Senja di Bontang Kuala lebih tahu bagaimana cara mengungkapkan rindu tanpa diketahui oleh angin dan juga derai nafas yang menderu.

Kaltim.akurasi.id, Bontang – Prayudi berdiri hanya berhanduk di depan bak mandi. Tubuhnya sudah bersih diguyur air dan gosokan dari sabun batang yang sudah kecil. Rambutnya masih basah, sudah bersampo. Lelaki bujang itu bergegas menuju kamar. Ia kemudian sibuk mempersiapkan diri. Berganti pakaian, lalu menyemprotkan sedikit minyak wangi ke bajunya. Tak lupa, ia merapikan rambutnya yang berantakan menggunakan sisir.

Sejurus kemudian, ia berlalu ke ruang tamu. Mengambil handphone yang dicas sebelum dirinya mandi tadi. Dua panggilan tak terjawab dan sebuah pesan WhatsApp.

“Sudah dimana? Jadi jalan gak? Anak-anak yang lain udah pada nunggu,” tulis Agus melalui pesan singkat.

“Otw,” Yudi membalas pesan dari sahabatnya itu.

Yudi lekas-lekas meninggalkan indekosnya. Sejenak ia melirik jam tangan di lengan kirinya. Jarum jam membidik pukul 17.00 Wita. Hari ini Minggu (28/05/2023), Yudi dan Agus memang sudah memiliki janji sebelumnya untuk nongrong sore.

Manakala tiba di depan rumah Agus. Agus sedari tadi menunggui dan telah siap dengan pakaian bepergian, menyambutnya dengan omelan.

“Lamanya kamu. Janjian dari jam 3, baru nyampe sekarang,” kata Agus.

“Hehe, biasalah ritual dulu sebelum keluar rumah,” jawab Yudi seraya melempar tawa.

Sahabatnya itu seolah paham betul, kebiasaan kawannya satu ini. Yang selalu terlambat ketika buat janji.

“Jadi, kita kemana ini,” tanya Yudi.

“Ke BK (Bontang Kuala) aja, anak-anak udah nunggu disana,” ujar Agus, yang sudah duduk diatas motor Yudi.

Mereka kemudian beranjak menuju BK. Jalan raya sore itu sedikit sibuk dan padat. Terutama oleh kendaraan yang datang dari Timur kota. Wajah-wajah orang yang pegang kemudi atau motor adalah wajah-wajah yang keras dan tegang.

Yudi terus memacu motor Scoopy-nya. Ia hanya diam dan menikmati pemandangan matahari yang mulai merangkak menuju senja. Dia terpesona ketika melihat ada bayi terjepit antara ibu dan bapaknya yang naik motor. Kakak si bayi ada di depan ayahnya, duduk terbungkuk menjadi penadah angin. Dan dalam keadaan amat sulit si ibu masih sempat memijit-mijit tombol telpon genggamnya.

Kota kecil ini sebenarnya banyak menawarkan tempat piknik lain. Terlebih, karena kawasan Kota Bontang yang 70 persen adalah lautan. Tentunya banyak pilihan menarik. Seperti wisata mangrove, masjid terapung yang berada di Kampung Selambai, Loktuan. Atau kampung adat Guntung.

Tapi, BK termasuk salah satu tempat wisata yang paling ramai dikunjungi. Dan tempat itulah yang menjadi pilihan mereka. Tempat indah dengan pemandangan laut dan langitnya yang biru-nya.

Menit berbilang jam, Yudi sampai di depan pintu masuk BK. Ia lalu memperlambat laju motornya. Perlu waktu sekitar 5 menit menuju dermaga. Suara derit jembatan ulin menemani perjalanan mereka.

Jarum jam membidik angka 17.30 Wita, Yudi dan Agus sampai di Belakang Panggung (begitu warga Bontang biasa menyebutnya). Semilir hembusan angin dan suara deburan ombak menyambut mereka.

Samar-samar dari kejauhan kawan Yudi, Gede dan Paindil melambaikan tangan. Setelah memesan dua gelas es milo dan beberapa gorengan, Yudi dan Agus mendatangi kawannya yang duduk mengemper di ujung dermaga.

Sejurus kemudian, pria berkumis tipis itu mengambil pematik api dari saku celananya, lalu menyalakan rokok yang sudah lebih dulu berada di bibirnya. Sesekali Yudi melongo menyaksikan hembusan angin yang mengibas ikal rambut.

Sementara Agus, pria berkulit putih itu hanya duduk termangu menatap hamparan lautan. Lamunannya jauh menembus ujung samudera. Baginya, suara ombak seakan nyanyian tak bernada.

Menjelang petang, pengunjung agak lebih ramai, kebanyakan dari mereka adalah pelajar dan muda-mudi. Banyak juga remaja berpasangan yang datang.

Langit petang menguning dengan sedikit kemerahan menjadi pesona senja di Bontang Kuala. Orang-orang bergegas berburu keindahan yang hanya sesaat. Kebahagiaan diabadikan dan diunggah seperti sebuah perayaan. (*)

Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *