Sabtu , April 20 2024

Fenomena Air Bangai di Sungai Mahakam, Ribuan Ikan dan Udang Mabuk Diburu Warga di Tepi Sungai

Loading

Fenomena Air Bangai di Sungai Mahakam, Ribuan Ikan dan Udang Mabuk Diburu Warga di Tepi Sungai
Warga Samarinda menunjukan ikan hasil tangkapan mereka di Sungai Mahakam. (Muhammad Budi Kurniawan/Akurasi.id)

Fenomena Air Bangai di Sungai Mahakam, Ribuan Ikan dan Udang Mabuk Diburu Warga di Tepi Sungai. Warga Samarinda yang mengetahui fenomena perubahan air di Sungai Mahakam itu, lantas berbondong-bondong memburu ikan dan udang yang ada di sepanjang tepi Sungai Mahakam.

Akurasi.id, Samarinda – Fenomena alam berupa surutnya air sungai yang terjadi di perairan Sungai Mahakam atau biasa disebut air bangai, dimanfaatkan puluhan warga untuk menangkap ikan dan udang galah dengan hanya bermodalkan tanggukkan (jaring).

Kondisi itu pun lantas dimanfaatkan masyarakat untuk berburu ikan dan udang di sepanjang Tepian Mahakam. Satu persatu warga menyerokan jaringannya ke bagian sela-sela tepi turap, untuk menangkap ikan atau udang yang hendak keluar sisi sungai.

Salah seorang warga Samarinda bernama Etoy (30) mengaku telah berhasil menangkap ikan dan udang sebanyak 8 kilo. “Dari subuh, jam dua sampai jam lima sudah dapat udang galah 5 kilo. Ini lanjut lagi dari jam satu siang sampai jam 3 sore, dapat ikan patin dan udang galah 8 kilo,” jelas Etoy saat temui di tepi Sungai Mahakam, Jalan RE Martadinata, Selasa (8/6/2021).

Jasa SMK3 dan ISO

Etoy mengaku, dirinya mengetahui adanya fenomena air bangai dari media sosial. Mengetahui hal itu, ia pun mengajak rekan-rekannya untuk pergi menangkap ikan dan udang yang tengah mabuk di pinggir Sungai Mahakam, tepatnya di depan kantor Kegubernuran Kaltim. “Kapan lagi bisa tangkap ikan dan udang dengan mudah begini,” ucapnya.

Selain itu, Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Kaltim, Mislan mengatakan, terjadinya air bangai disebabkan adanya perpindahan air rawa ke sungai, dan biasanya terjadi setelah adanya banjir di wilayah hulu yang memiliki banyak daerah rawa-rawa atau dataran rendah.

“Saat air rawa itu ke sungai, gulma seperti enceg gondonk, pampai, dan rerumputan yang terbawa ke Sungai Mahakam, itu mengalami pembusukan dan mengakibatkan Dissolved Oxygen (DO) atau kadar oksigen di sungai berkurang dan menyebabkan ikan dan satwa lainnya mabuk hingga mati,” jelas Mislan.

Baca Juga  Operasi Ketupat Mahakam 2024, Polres Bontang Siapkan 4 Posko

Warga berbondong-bondong menangkap ikan di tepi Sungai Mahakam. (Muhammad Budi Kurniawan/Akurasi.id)

Selain diakibatkan air rawa yang masuk, biasanya air bangai juga bisa disebabkan perubahan temperatur air yang drastis, yang diakibatkan oleh suhu udara yang panas cukup lama dan dilanjutkan dengan hujan lebat yang cukup lama. Karena kedalaman air meningkat, maka akan membuat tumbuh-tumbuhan berukuran rendah yang berada di tepian sungai tenggelam dan mati, selanjutnya terjadi pembusukan.

“Mestinya DO yang dibutuhkan ikan sungai yang ada di tepi Mahakam maksimal 4, contohnya ikan mas, patin, dan udang galah, itu sebabnya hanya ikan itu saja yang mabuk, karena ikan tersebut membutuhkan DO di atas 4,” ungkapnya.

“Berbanding terbalik dengan ikan-ikan yang hidup di rawa, seperti ikan lele, tomang, dan haruan yang bisa bertahan walaupun kadar DO-nya di bawah 4,” tambahnya.

Baca Juga  30 Persen Wilayah Kaltim Belum Terjangkau Internet

Sampai kapan air bangai berakhir, Mislan menyebut tidak dapat memastikan. Sebab air bangai dapat hilang jika pencampuran air rawa dan sungai ini terbawa ke laut. “Ya, tunggu sampai terbuang ke laut, atau hujan turun, karena pengaruh air hujan dapat meningkatkan kadar oksigen di sungai,” tandasnya. (*)

Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Dirhanuddin

cek juga!

Proses pencarian korban yang dinyatakan tenggelam di Mahakam. (Dok. Basarnas Kaltim)

Nekat Lompat ke Sungai Mahakam, Pemuda di Samarinda Hilang

Akurasi.id, Samarinda – Seorang pemuda hilang di perairan Sungai Mahakam wilayah Balik Buaya, Kecamatan Palaran, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page