Isu minyak goreng langka mengudara. Ketersediaan minyak goreng di Samarinda mencapai 989,43 ton atau 1.099.362 liter, sementara kebutuhan per bulannya mencapai 106,42 ton.
Akurasi.id, Samarinda – Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UMKM) Kaltim angkat suara berkaitan isu minyak goreng langka dalam beberapa pekan terakhir. Kata mereka, ketersediaan pasokan minyak goreng Kaltim sebenarnya mampu bertahan untuk 53 hari.
Perihal itu disampaikan oleh Kepala Disperindagkop Kaltim HM Yadi Robyan Noor, usai rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Kaltim, Selasa (1/2/2022). “Ketersediaan minyak goreng aman untuk 53 hari ke depan,” ucapnya.
Berdasarkan data yang terhimpun Disperindagkop UMKM Kaltim, stok minyak goreng dari 14 hingga 25 Februari 2022, 1.674.362 liter atau 1,507 ton. Sementara kebutuhan minyak goreng per bulannya sekitar 455,18 ton.
Dari data tersebut, ketersediaan minyak goreng di Samarinda mencapai 989,43 ton atau 1.099.362 liter, sementara kebutuhan per bulannya mencapai 106,42 ton. Namun, Samarinda harus memasok minyak goreng ke sejumlah kabupaten/kota lainya, yaitu Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Mahakam Ulu, Bontang dan Kutai Timur.
Kemudian, Balikpapan memiliki pasokan 379,64 ton atau 421.823 liter minyak goreng. Balikpapan harus menyalurkan minyak goreng tersebut ke Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser.
Sementara Kaltim sendiri memiliki pemasok minyak goreng sebanyak 11 produsen. Kemudian, 39 distributor, yang kemudian memasok ke pasar modern maupun pasar tradisional.
Sebanyak 39 disributor tersebut harus memasok barang ke 543 swalayan dan 17 pedagang yang memiliki toko besar. Untuk mendistribusikan minyak goreng ke ritel-ritel dan pedagang-pedagang pasar tradisional.
Harga di Pasar Modern dan Pasar Tradisional Belum Merata
Namun demikian, ia tak memungkiri, saat ini pemerataan harga minyak goreng di masyarakat belum menyeluruh. Semenjak ada kebijakan minyak goreng satu harga atau subsidi Rp14 ribu per liternya akhir Januari 2022 lalu, hingga saat ini masih ada pihak-pihak yang menjual minyak goreng sesuai aturan yang berlaku.
Pemerintah baru dapat menerapkan kebijakan itu terhadap pasar modern atau ritel-ritel yang memang memiliki jaringan langsung kepada pemerintah. Dalam artian, lebih mudah menerapkan aturan itu kepada pasar modern atau ritel-ritel.
Pada dasarnya, pemerintah memang memberikan waktu kepada pelaku usaha di pasar tradisonal selama 2 minggu untuk mengadaptasi kebijakan itu. Namun, meski sebagian pelaku usaha telah menerapkan kebijakan itu, masih ada pihak lainnya yang menjual di atas harga eceran tertinggi (HET).
“Untuk ketersediaan minyak goreng di pasar modern memang kosong. Namun, sebenarnya stok itu ada. Hal ini bisa saja terjadi karena ada keterlambatan distribusi barang. Sebab, distribusi logistik memang tidak sesederhana yang difikirkan. Terkadang ada masalah dalam bahan bakar atau akomodasi, maupun jalan,” terangnya.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan membeli secara berlebihan yang menyebabkan kelangkaan. Sebab, sebenarnya stok minyak goreng untuk Kaltim telah diperhitungkan dan mencukupi. “Kasihan masyarakat lainnya yang butuh namun tidak bisa membeli,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menegaskan, memiliki pengawas pangan di lapangan. Apabila pihaknya mendapati orang tidak bertanggungjawab melakukan penimbunan barang, maka akan kena sanksi tegas.
“Kalau masyarakat mendapati ada pihak yang melakukan penimbunan, bisa langsung dilaporkan. Kami sebenarnya tidak mengancam warga dengan sanksi itu, namun aturannya sudah jelas,” tegasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id