Kasus kekerasan perempuan dan anak meningkat dikarenakan minimnya kesadaran masyarakat untuk mengadu. Pada kasus kekerasan seksual saja mengalami kenaikan dari 8 kasus pada 2022 menjadi 27 kasus di tahun berikutnya.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan makin memprihatinkan. Apalagi dengan banyaknya kasus yang masih belum terungkap, hal ini bak fenomena gunung es.
Pasalnya hanya sebagian kecil kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan dan diungkap pihak berwenang. Dibalik itu, masih banyak kasus yang belum terungkap lantaran korban takut untuk melapor pada pihak berwajib.
Di Kaltim, kasus kekerasan mengalami peningkatan signifikan dalam satu tahun terakhir. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kholid Budhaeri mengatakan jumlahnya melonjak dari 52 kasus pada 2022, menjadi 99 pada tahun 2023.
“Dari pengaduan langsung, kami menangani 54 kasus pada tahun 2023. Belum lagi pengaduan dari pihak-pihak lainnya,” ungkap Kholid saat ditemui Akurasi.id di ruang kerjanya di UPTD PPA, Senin (29/1/2024).
Kholid menjabarkan bentuk kekerasan pada perempuan dan anak berupa kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, penelantaran, hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kasus kekerasan seksual turut mengalami kenaikan. Dimana jumlahnya melonjak dari 8 kasus pada 2022, ditahun berikutnya menjadi 27 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu perhatian serius yang harus segera ditangani.
“Untuk kasus kekerasan seksual, 2022 ada 8 kasus. Kemudian meningkat pada tahun 2023 sebanyak 27 kasus,” jelas Kholid.
Sedangkan pada Januari 2024 ini, kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang saat ini ditangani UPTD PPA Kaltim sebanyak 6 kasus.
“Satu diantaranya kasus kekerasan seksual,” ungkap Kholid.
Menurutnya, meningkatnya kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak ini karena minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengaduan. Meskipun pihaknya telah melakukan berbagai upaya sosialisasi. Selain itu, kompleksitas pertumbuhan penduduk yang semakin intens menjadi faktor lain yang berkontribusi pada masalah ini.
Intensitas pertumbuhan penduduk yang tinggi seringkali membawa berbagai masalah sosial. Seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakstabilan ekonomi. Semua faktor ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih rentan terhadap kekerasan.
“Meningkatnya kasus kekerasan ini karena kesadaran masyarakat untuk mengadu masih sangat minim. Walaupun sudah dilakukan berbagai sosialisasi. Bisa jadi juga karena intensistas pertumbuhan penduduknya yang semakin kompleks dengan berbagai masalah sosialnya,” bebernya.
Untuk menangani masalah kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak, UPTD PPA menggandeng mitra-mitra yang telah menjalin kerja sama. Seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Kata dia, Dinas Pendidikan jika ada anak yang membutuhkan pendidikan. Dinas sosial bagi yang membutuhkan tempat tinggal atau rehabilitasi. Kemudian dengan dinas kesehatan dan rumah sakit untuk menangani kesehatan korban.
“Kalau korban memerlukan proses hukum, kami melalui LBH,” urainya.
Kholid menuturkan, perlindungan dan pendampingan pada perempuan dan anak memang sudah menjadi tugas utama UPTD PPA Kaltim. Karena sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dimana UPTD PPA memiliki peran penting dalam menanggung laporan, memberikan pendampingan, hingga memfasilitasi korban selama proses hukum.
“Karena ini memang tanggung jawab kami sebagai salah satu lembaga pemerintahan,” katanya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Suci Surya Dewi