Jumlah RTH Samarinda disebut masih minim lantaran jauh di bawah target nasional yang seharusnya setiap kota mencapai minimal 30 persen.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Samarinda masih jauh dari target nasional. Saat ini, RTH di ibu kota Kaltim ini baru mencapai sekira 6 persen dari total luas wilayah.
Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap kota wajib menyediakan minimal 30 persen RTH. Yakni terdiri atas 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Samarinda, Nurvina Hayuni, mengatakan bahwa peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menunjukkan RTH Samarinda baru mencapai sekira 6 persen.
Meski begitu, jika dihitung menggunakan Indeks Hijau Biru (IHB) dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) terbaru, persentase RTH di tiap kecamatan sebenarnya lebih tinggi.
Menurutnya, perhitungan RTH kini tidak lagi hanya berdasarkan luasan, tetapi juga kualitas dan fungsi. Hal itu sesuai Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2022 tentang Indeks Hijau Biru Indonesia (IHBI) yang menilai fungsi ekologis, sosial, ketersebaran, hingga kualitas ruang hijau.
Kata Nurvina, tantangan terbesar dalam penyediaan RTH yakni soal kepemilikan lahan. RTH publik sebesar 20 persen harus berada di atas tanah milik pemerintah. Sementara banyak lahan yang berpotensi dijadikan RTH justru merupakan milik masyarakat.
“Jadi memang ada keterbatasan di situ,” ucapnya.
Nurvina mencontohkan, ada kawasan yang awalnya ditetapkan sebagai RTH dalam RTRW, tetapi pada proses penyusunan RDTR berubah menjadi permukiman. Hal itu karena status tanahnya teridentifikasi berbeda setelah berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan, baik berupa Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM).
Untuk mengatasi keterbatasan lahan, Pemkot Samarinda mulai memetakan kawasan yang paling potensial dijadikan RTH melalui skema pengadaan tanah.
“Sebagian besar RTH yang sudah ditetapkan bahkan belum dimiliki pemerintah. Ke depan, kami harus menyusun strategi mana yang bisa diusulkan pembebasan lahannya agar benar-benar jadi milik pemerintah,” jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa pengadaan lahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Setiap kawasan perlu dikaji agar fungsi ekologis dan ekonominya maksimal.
“Misalnya ada lahan warga yang potensial untuk dijadikan RTH, itu bisa diusulkan. Tapi tetap harus mempertimbangkan anggaran, supaya tidak ada lahan yang sudah dibebaskan namun fungsinya tidak optimal,” tutupnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Suci Surya Dewi