Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Terminal Sungai Kunjang di Jalan Untung Suropati, Kelurahan Karang Asam Ulu, Kecamatan Sungai Kunjang, kini seolah tinggal nama. Fasilitasnya banyak yang rusak, suasananya sepi, dan para sopir hingga penumpang lebih memilih menunggu bus di terminal bayangan di Jalan APT Pranoto, Samarinda Seberang.
Terminal resmi milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang berdiri sejak 24 Juni 1989 itu kini tak lagi jadi pilihan utama masyarakat. Banyak yang menilai, fasilitasnya sudah tidak memadai dan terkesan diabaikan.
“Karena kenyamanan penumpang ada di sini (terminal bayangan). Di sini ada penitipan motor, WC, dan tempatnya aman. Kalau di Terminal Sungai Kunjang itu enggak memadai, angkot juga enggak ada yang ke sana,” ungkap Mistoadi, salah seorang sopir bus antarkota.
Mistoadi menuturkan, keberangkatan bus di terminal bayangan tetap berjalan tertib. Setiap 10 menit, satu armada berangkat ke Balikpapan dengan minimal 15 penumpang. Jika belum cukup, penumpang dialihkan ke bus berikutnya sementara armada kosong kembali menunggu giliran.
“Enggak ada penumpukan, semua teratur,” katanya.
Baca Juga
Ia berharap pemerintah provinsi memperbaiki fasilitas dan pelayanan di terminal resmi agar masyarakat tidak lagi mencari alternatif pemberangkatan.
“Perbaiki pelayanannya supaya penumpang nyaman di terminal,” ujarnya.
Menurutnya, faktor keamanan menjadi alasan utama masyarakat memilih terminal bayangan. Di lokasi itu, penitipan motor dikenai biaya Rp5.000 hingga Rp10.000, tetapi dianggap lebih aman dibanding di terminal resmi yang rawan kehilangan.
Padahal, kawasan terminal bayangan tersebut sudah berulang kali ditertibkan. Terakhir, Satpol PP bersama Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim melakukan penertiban pada Kamis (2/10/2025). Namun, karena kondisi terminal resmi yang seolah dibiarkan terbengkalai, masyarakat tetap memilih berangkat dari terminal bayangan.
Fasilitas Kumuh, Citra Kota Taruhannya
Pengamat kebijakan publik dari FISIP Universitas Mulawarman, Saipul Bachtiar, menilai buruknya kondisi terminal resmi berpengaruh langsung pada perilaku masyarakat.
“Orang malas ke terminal resmi karena tidak representatif. Toiletnya kotor, ruang tunggunya tidak nyaman, dan banyak calo. Jadi mereka lebih memilih naik-turun di jalan,” ujarnya.
Saipul menilai, perbaikan kecil tidak akan cukup. Pemerintah Provinsi Kaltim di bawah kepemimpinan Rudy Mas’ud dan Seno Aji perlu membangun ulang terminal tersebut dengan konsep modern.
“Bukan sekadar direhab, tapi dibangun ulang dengan konsep modern. Kalau ditata dengan baik, terminal bisa jadi ikon baru Samarinda,” katanya.
Ia menyebut, terminal baru seharusnya dilengkapi fasilitas publik yang nyaman seperti area kuliner, kios tertata, ruang tunggu bersih, dan ber-AC. Dengan begitu, masyarakat akan merasa aman dan betah menggunakan terminal resmi.
Baca Juga
Saipul juga menyoroti lemahnya kemauan politik pemerintah daerah dalam merevitalisasi fasilitas transportasi publik.
“Di Bontang dan Kutai Timur sudah punya terminal baru, tapi di Samarinda malah ditunda. Padahal kebutuhan di ibu kota provinsi ini lebih mendesak,” tegasnya.
Ia berharap pembangunan terminal baru dijadikan bukti nyata komitmen pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik yang bermartabat. Terminal, katanya, seharusnya mencerminkan identitas kota dan terintegrasi dengan pelabuhan Sungai Mahakam.
“Terminal itu wajah kota. Begitu turun dari bus, yang pertama dilihat adalah terminalnya. Kalau kumuh dan rusak, citra kota jadi buruk. Pemerintah harus segera bertindak,” ujarnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id