
Kasus dugaan penipuan cek kosong Hasanuddin Mas’ud naik ke tahap penyidikan. Kuasa Hukum korban berharap Kejaksaan Negeri Samarinda dapat secara profesional menangani perkara dugaan tindak pidana penipuan cek kosong yang merugikan kliennya sebesar Rp2,7 miliar.
Akurasi.id, Samarinda – Kasus dugaan penipuan cek kosong yang menimpa Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, kini telah naik ke tahap penyidikan. Hal itu pun dibenarkan Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena.
Menurut Sena, perihal kasus dugaan penipuan yang menyeret nama anggota DPRD Kaltim tersebut, sudah naik ke tahap penyidikan.
“Iya betul, sudah ke tahap penyidikan,” ungkap Kompol Andika Dharma Sena ketika dikonfirmasi awak media, Kamis (12/8/2021).
Ia menerangkan dalam waktu dekat ini pihaknya akan memanggil Hasanuddin Mas’ud untuk dimintai keterangannya.
“Iya akan kami panggil juga. Sekarang ini masih kami lengkapi dulu barang buktinya, masih kita teliti juga cek palsu yang dilaporkan itu,” jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Hasanuddin dilaporkan oleh Irma Suryani penerima cek kosong sekaligus pelapor di dalam kasus dugaan penipuan ini. Saat dikonfirmasi, Irma yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya, Jumintar Napitupulu, membenarkan bahwa kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.
[irp]
Pihaknya bahkan telah mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Satreskrim Polresta Samarinda, dengan nomor surat : B/5209/VII/2021/Reskrim, tanggal 29 Juli 2021.
“Intinya pada poin 2 menyatakan, bersama ini diberitahukan bahwa berdasarkan hasil gelar perkara tanggal 28 Juli 2021 di Polda Kaltim, terkait dugaan perkara penipuan dengan menggunakan cek kosong yang saudari (pelapor) laporkan pada tanggal 9 April 2020, proses penyelidikan dapat ditingkatkan menjadi penyidikan,” bebernya.
Selanjutnya, kata Jumintar, dalam surat itu juga menyebutkan, agar pihak pelapor segera datang ke Polresta Samarinda untuk membuat laporan. Hal itu juga telah dilakukan kliennya pada Senin (2/8/2021) lalu.
“Klien kami memenuhi panggilan pada hari Senin tanggal 2 Agustus 2021 untuk membuat laporan di SPKT Polresta Samarinda, kemudian dilanjutkan dengan diambilnya keterangan klien kami selaku pelapor dan korban oleh penyidik di ruangan Unit PPA Satreskrim Polresta Samarinda,” beber Jumintar.
[irp]
Dengan demikian, Jumintar mengatakan, kliennya telah merasa lega atas diterimanya SP2HP tersebut. Pasalnya terhitung sudah 1 tahun 4 bulan perkara ini dilaporkan kliennya ke Polresta Samarinda dan baru naik ke tahap penyidikan.
Ia pun berharap, agar Kejaksaan Negeri Samarinda dengan segala prestasi dan kredibilitas yang ada selama ini, dapat secara profesional menangani perkara dugaan tindak pidana penipuan cek kosong yang merugikan kliennya sebesar Rp2,7 miliar.
Jumintar menjelaskan, kasus ini, berawal dari bisnis solar di tahun 2016 antara pelapor dan terlapor.
“Walaupun melibatkan pejabat negara, kami berharap kasus ini dapat diproses sampai tahap persidangan demi tegaknya asas keadilan.” tandasnya.
[irp]
Menanggapi laporan tersebut, Kuasa Hukum Hasanuddin Mas’ud, yakni Saud Purba mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan penyidikan dari Polresta Samarinda.
“Kalau kita dipanggil untuk memberikan keterangan, ya kita ikut,” ucap Purba.
Mengenai langkah yang akan diambil setelah mengetahui kasus tersebut telah naik di penyidikan, pihaknya mengaku sudah menyiapkan semua.
“Untuk langkah-langkah ke depannya sudah kami persiapkan. Cuma itu rahasia perusahaan. Tak bisa dipublikasikan,” ujarnya.
[irp]
Pihaknya pun mengaku sempat dipanggil oleh pihak penyidik Polresta Samarinda beberapa hari lalu, namun lantaran kondisi Hasanuddin Mas’ud yang sakit, kepada polisi ia meminta penundaan.
“Kemarin ada dipanggil, beberapa hari yang lalu. Cuma karena kondisi badan yang kurang memungkinkan. Kami minta penundaan sementara waktu sampai sehat,” terangnya.
Lebih lanjut mengenai laporan penipuan cek kosong, Saud mengatakan kliennya memang mengatakan ada cek kosong, namun tidak pernah menyerahkan cek kosong tersebut kepada siapa pun.
“Sepanjang dia (pelapor) bisa buktikan ada kontrak bisnis. Kalau enggak ya isapan jempol saja,” tegasnya.
[irp]
“Sepengetahuan saya sebagai kuasa hukum, itu sudah dilakukan pembayaran ditransfer, dan itu melebihi dari yang dituduhkan. Itu bukti-bukti pun sudah ada sama penyidik semua,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Saud mempertanyakan kontrak yang disetujui antara pelapor dan kliennya, sebab menurutnya setiap proses transaksi bisnis, harus memiliki kontrak kerja.
“Yang jelas pembuktian harus ada kontrak antara buyer dengan kita, antara lain ada kontrak kerja, di situ kan bisa dilihat ada volume harga dan faktur pajak. Normatif seperti biasa, ini bisnis ukuran besar, bagaimana mau dibayar kalau enggak ada kontraknya,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Rachman Wahid