
Pemkot Samarinda berencana melakukan penataan dengan membangun infrastruktur rumah pemotongan hewan atau rumah pemotongan unggas menjadi lebih modern. Guna mengakomodir lebih banyak hewan dan membuat kinerja rumah pemotongan menjadi lebih efisien.
Akurasi.id, Samarinda – Wali Kota Samarinda Andi Harun melirik potensi rumah pemotongan hewan (RPH) atau rumah pemotongan unggas (RPU) beserta pasar hewan di Samarinda. Menurutnya, kinerja RPH dan RPU yang ada sekarang belum tergarap secara maksimal atau belum representatif.
Sementara, sebagai Ibu Kota Kaltim, Samarinda memiliki kebutuhan akan daging yang besar. Orang nomor satu di Kota Tepian itu pun melihat adanya potensi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pemanfaatan aset tersebut. Salah satunya, dengan memaksimalkan kinerja RPH dan RPU sebagai tempat penitipan dan pemotongan dengan sistim sewa.
[irp]
Andi Harun mengungkapkan, untuk itu Pemkot Samarinda berencana melakukan penataan dengan membangun infrastruktur RPH dan RPU menjadi lebih modern. Guna mengakomodir lebih banyak hewan dan membuat kinerja rumah pemotongan menjadi lebih efisien.
Dengan perencanaan tersebut, kandang hewan akan dipugar agar lebih bersih dan tidak berbau. Selain itu, pembenahan juga akan dilakukan pada pasar hewan yang terletak di seberang RPH secara permanen. Dengan luasan lahan di ketiga aset tersebut mencapai 30 hektar.
“Ini adalah barang mahal, barang mewah. Hanya kurang dukungan pemerintah,” terangnya di sela-sela kegiatan peninjauan rumah pemotongan hewan dan RPU di Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Senin ( 7/3/2022).
Pemkot Samarinda Mematangkan Perencanaan
Sebagai langkah awal, ia mengungkapkan, pihaknya akan mematangkan perencanaan pemanfaatan aset tersebut dan menghubungkannya dengan masterplan. Pembagian tugas pun sudah dilakukan bersama dinas-dinas terkait.
Tidak hanya berencana melakukan pembenahan rumah pemotongan, ia juga akan melakukan pembenahan infrastruktur jalan di daerah tersebut. Sebab, akses jalan ke RPU di Tanah Merah masih terputus dan sulit dijangkau.
“Kalau tidak bisa tahun ini (pembangunan atau pembenahan) maka paling lambat akan dilaksanakan tahun depan. Pokoknya daya dukung infrastruktur akan kami beri untuk memberi manfaat nilai ekonomi, baik bagi masyarakat maupun penambahan PAD,” ungkapnya.
[irp]
Sementara mengenai nilai anggaran yang akan digunakan atau potensi pendapatan rumah pemotongan, masih akan dikaji lebih lanjut. Untuk memaksimalkan produktivitas aset, kerjasama pun akan dilakukan dengan menggaet pihak ketiga.
“Kami memiliki harapan, agar kebutuhan daging di Samarinda tidak hanya menjangkau masyarakat Samarinda saja, namun juga memberi manfaat kepada kabupaten/kota di sekitar Samarinda,” ucapnya.
Selain itu, ia menegaskan, akan mendorong instansi terkait untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 27 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hewan ternak dipotong di RPH atau RPU yang ditunjuk Pemkot Samarinda. Sebab, setiap tahunnya pemkot kehilangan pemasukan sekira 33ribu unggas yang seharusnya menjadi PAD Samarinda.
“Berarti kan terjadi kebocoran nih. Karena daging dari luar tidak bisa dibendung, padahal sudah ada perwali dan perdanya,” terangnya.
[irp]
Alasan Kebocoran PAD
Kepala UPTD Balai Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Kartika Hatmisari mengungkapkan, kinerja RPU atau RPH belum dapat dilakukan dengan maksimal sebab ada keterbatasan-keterbatasan. Salah satunya, kondisi kandang dan pemotongan yang masih tradisional.
Padahal, setiap penitipan dan pemotongan hewan berupa sapi, kambing atau babi, dikenai biaya Rp33 ribu. Sementara, untuk ayam dikenai biaya Rp110 per ekornya. Harga tersebut telah sepaket dengan penitipan dan pemotongan.
“Seandainya RPH dapat melakukan sistim pemotongan dengan lebih higienis, saya kira pangsanya akan lebih luas. Karena permintaan dari katering dan hotel banyak. Apabila RPH dan RPU dapat memenuhi itu, maka akan meningkatkan PAD,” ungkapnya.
[irp]
Sementara, RPH dan RPU memiliki keterbatasan anggaran untuk melakukan pemugaran. Sehingga, hingga saat ini pemotongan hanya dilakukan secara tradisional dengan modal banting dan pisau.
“Untuk menyediakan sistim semi modern memerlukan modal besar. Belum listrik dan peralatannya. Padahal, RPH dan RPU telah memiliki sertifikat pemotongan halal dan dilakukan ahli,” terangnya.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Maskuri menambahkan, selama 2021 RPH dan RPU memberikan kontribusi PAD sekitar Rp340 juta untuk PAD Samarinda. Namun, ia meyakini, kontribusi PAD dapat tergarap lebih maksimal dengan adanya kandang dan peralatan yang representatif.
“Selama ini kami memiliki rencana untuk meningkatkan aktifitas dengan meningkatkan fasilitas jalan dan layanan. Namun, memang segala sesuatunya harus diperhitungkan kembali. Seperti biaya penitipan dan pemotongan. Harus disesuaikan lagi karena adanya kenaikan-kenaikan harga seperti listrik dan lainnya,” ungkapnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id