PT PHSS diduga mencemari lingkungan di Muara Badak, namun perusahaan justru melempar tanggung jawab ke Pemkab Kutai Kartanegara. Nelayan yang terdampak gagal panen menggelar demonstrasi selama 8 hari, tetapi tidak mendapat respons konkret.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – PT PHSS akhirnya buka suara terkait dugaan pencemaran lingkungan yang dituding berasal dari aktivitas pengeboran di RIG GWDC 16. Namun, alih-alih memberikan klarifikasi tegas mengenai tanggung jawab mereka, perusahaan justru lebih banyak mengarahkan persoalan ini ke Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Menanggapi tuduhan bahwa limbah dari kolam penampungan mengalir ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan yang sesuai, PT PHSS menyatakan pihaknya tetap berkomitmen terhadap standar lingkungan yang ketat. Namun, perusahaan tidak secara gamblang membantah atau mengakui dugaan pencemaran yang terjadi, melainkan menyebutkan bahwa Pemkab Kutai Kartanegara sedang meneliti penyebab kejadian ini.
“Perusahaan berharap semua pihak menghormati dan mengikuti proses yang dilakukan bersama instansi terkait yang berwenang. Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga keamanan dan keselamatan aset hulu migas yang merupakan barang milik negara dan objek vital nasional,” ujar Dony Indrawan, Manager Comrel & CID PT Pertamina Hulu Indonesia melalui press release yang diterima Akurasi.id, Sabtu (15/02/2025).
Selain itu, terkait aksi demonstrasi yang telah berlangsung selama delapan hari di depan pintu 1 perusahaan, PT PHSS menyatakan keprihatinannya atas gagal panen kerang dara yang dialami oleh masyarakat nelayan di Muara Badak. Meski demikian, perusahaan tidak memberikan respons konkret terhadap tuntutan nelayan dan lebih memilih untuk menekankan pentingnya ketertiban dalam penyampaian aspirasi.
“Perusahaan selalu hadir dalam pertemuan mediasi dan koordinasi yang difasilitasi oleh Pemkab Kutai Kartanegara dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk perwakilan masyarakat,” tambah Dony.
Disisi lain, PT PHSS diketahui telah melayangkan laporan ke kepolisian terkait dugaan penghasutan dalam aksi demonstrasi dan laporan memasuki ruang privat. Perusahaan menyatakan bahwa sebagai operator aset hulu migas bagi pemerintah, mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan fasilitas operasi migas yang merupakan objek vital nasional.
Saat disinggung soal kemungkinan kompensasi bagi nelayan yang terdampak, PT PHSS menegaskan bahwa mereka menghormati langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam menangani permasalahan ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KNPI Bontang, Indra Wijaya menilai pernyataan yang disampaikan pihak PT PHSS seolah melempar tanggung jawab kepada pihak lain. “Saya melihat tanggapan yang diberikan itu sebagai upaya menghindari tanggung jawab langsung terhadap dugaan pencemaran,” kata Indra saat dihubungi melalui pesan whatsapp.
Ia menambahkan, sejauh ini perusahaan juga belum memberikan kejelasan terkait skema bantuan yang dapat diberikan kepada nelayan jika terbukti ada dampak lingkungan akibat aktivitas mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen PT PHSS dalam menangani dampak operasional mereka terhadap masyarakat sekitar.
“Kami merasa PT PHSS tidak serius dalam menyikapi tuntutan yang dilayangkan masyarakat. Terkesan normatif, dan tidak ada subtansi atas jawaban yang dilontarkan,” tambah Indra. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo