Naiknya angka stunting Kaltim mesti menjadi kewaspadaan bagi pemerintah. Apalagi, di balik naiknya angka stunting itu, ada bahaya kemiskinan ekstrem yang mengikuti. Program pengentasan kemiskinan harus digalakkan dengan maksimal oleh pemerintah.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Angka stunting di Kaltim pada 2022 lalu mengalami kenaikan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, tahun lalu, angka prevalensi stunting Kaltim mengalami kenaikan 1,1 persen dari data tahun 2021 sebesar 22,8 persen. Artinya, angka stunting Kaltim pada 2023 mencapai 23,9 persen.
Kenaikan kasus ini pun diakui Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi usai mengikuti kegiatan Roadshow Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (PMK) di Diskominfo Samarinda, Kamis (16/3/2023).
Pada acara yang menghadirkan para pemangku kepentingan di lingkungan Pemerintah Samarinda dan Kaltim itu, fokus membahas terkait Percepatan Penurunan Stunting dan Penanganan Kemiskinan Ekstrem.
Kepada awak media, Hadi Mulyadi menyebutkan, bahwa dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, terdapat 5 daerah yang mengalami kenaikan angka stunting di 2022 lalu. Kelima daerah itu, yakni Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, Kutai Barat (Kubar), Kota Samarinda, dan Balikpapan.
“Catatan yang bisa kami sampaikan di sini adalah, ada 5 kabupaten dan kota yang mengalami kenaikan stunting. Akan tetapi untuk rasio kemiskinan ekstrem di Kaltim justru mengalami penurunan,” jelasnya.
Melihat Angka Stunting Kaltim Dalam SSGI
Merujuk data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka kenaikan stunting untuk Kabupaten Kukar sebesar 27,1 persen, Kota Samarinda 25,3 persen, dan Kabupaten Paser mencapai 24,9 persen. Sementara untuk Kabupaten Kubar 23,1 persen dan Balikpapan sebesar 19,6 persen.
Masih merujuk pada data SSGI, secara umum, kabupaten/kota lainnya di Kaltim pun mengalami kenaikan angka stunting yang patut diwaspadai. Misalnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), angka stunting mencapai 24,7 persen dan Kabupaten Penajam Paser Utara 21,8 persen.
Kemudian untuk Kabupaten Berau sebesar 21, 6 persen, Kota Bontang mencapai 21 persen, dan terakhir Kabupaten Mahakam Ulu sebesar 14,8 persen. Artinya, pemerintah kabupaten/kota di Kaltim patutnya mewaspadai bahaya di balik masih tingginya angka stunting ini.
Bercermin atas data-data tersebut, Menteri Koordinator PMK Muhajir Effendi menitipkan pesan, agar Pemerintah Kaltim dalam mengambil langkah-langkah strategis dalam menekan angka stunting tersebut. Terutama dalam menekan angka kemiskinan ekstrem.
“Pertemuan (Pemkot Samarinda, Pemprov Kaltim, dan Menteri PMK) ini untuk membahas langkah-langkah strategis bagi setiap kabupaten/kota. Sehingga bisa menurunkan angka miskin ekstrem dan mencegah terjadinya stunting,” tutur Muhajir.
Kota Tepian Dihantui Bahaya Kemiskinan Ekstrem
Pada pertemuan dengan Menteri Koordinator PMK Muhajir Effendi, pembicaraan soal potensi kemiskinan ekstrem di Samarinda, tidak luput dalam pembahasan. Pasalnya, tingkat kemiskinan ekstrem di Kota Tepian, sebutan Samarinda, mencapai 9.032 jiwa.
Perihal hal itu, Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso tidak memungkiri adanya potensi kemiskinan ekstrem yang dialamatkan di daerah yang ia pimpin. Rusmadi bahkan menuturkan bahwa tingkat kemiskinan ekstrem di Samarinda berbanding lurus dengan gejala stunting.
Kendati demikian, ia mengaku, jika pihaknya tidak menutup mata akan hal itu. Apalagi sampai berpangku tangan. Menurutnya, saat ini pihaknya tengah mengupayakan berbagai program pengentasan kemiskinan di Samarinda.
Di antara upaya itu, yakni dengan adanya Program Kotaku dan Bedah Rumah bagi masyarakat tidak mampu. Dalam program ini, baik pemerintah kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat, ikut turut andil dalam mengentaskan kemiskinan dan stunting.
“Kami berharap, dengan semua program yang ada, dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dan stunting di Samarinda. Kami juga sudah meminta dinas terkait agar melakukan berbagai program pendampingan dan penguatan,” imbuhnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id