Susu kental manis (SKM) kerap menjadi pilihan pengganti ASI oleh beberapa orang. Karena dianggap lebih murah dan memiliki rasa manis yang disukai anak. Padahal, SKM tak bisa dijadikan pengganti susu. Kandungan gizi dalam SKM juga tergolong rendah, bahkan cukup berbahaya untuk kesehatan anak.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Stunting kini menjadi sebuah isu nasional yang harus ditangani Bersama, termasuk di Kalimantan Timur (Kaltim). Berdasarkan data SSGI prevalensi stunting di Kaltim mencapai 23,9 persen.
“Angka stunting di kaltim ini cukup tinggi. Untuk mengetahui anak yang terkena stunting dapat diketahui sejak ia lahir,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur Jaya Mualimin di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Jumat (6/10/2023).
Ia mengatakan anak yang baru lahir harus diberikan air susu ibu (ASI) pada enam bulan pertama. Dan selama itu, tidak boleh ditambahkan dengan makanan lain apalagi susu kental manis.
Senada dengan Jaya, Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan stunting adalah rendahnya literasi masyarakat tentang gizi pada anak. Pasalnya saat ini, masih banyak keluarga yang meyakini jika susu kental manis dapat dijadikan pengganti ASI.
“Misalnya kita kasih satu botol sirup, ibu enggak berani ngasih anak. Tapi kalau kental manis itu berani di kasih,” tuturnya.
Padahal menurut dia, susu kental manis nyatanya tidak memiliki gizi seperti ASI. Anak yang sudah terbiasa meminum susu kental manis sejak kecil, maka selanjutnya anak itu dapat mengalami susah makan karena hanya mau mengonsumsi yang manis.
“Temuan kami hampir semua anak yang kena stunting mengonsumsi kental manis karena dianggap susu,” tambahnya.
Hal ini pun sudah ia temui di salah satu kecamatan di Samarinda. Dimana terdapat seorang anak berusia dua tahun yang berat badannya tidak tumbuh sesuai dengan usianya.
Untuk menekan angka stunting tidak hanya menjadi tugas pemerintah saja. Namun berbagai stakeholder terkait pun perlu ikut andil. Salah satunya datang dari Majelis Kesehatan PP Aisyiyah.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyah Pusat, Chairunnisa, mengungkapkan bahwa pihaknya membuat program yang bertujuan untuk mencegah stunting dengan menyasar remaja, ibu hamil, calon pengantin, dan calon ibu menyusui.
“Edukasi ini dilakukan dengan berbagai metode, termasuk tatap muka dengan keluarga yang terindikasi stunting, melalui kelompok pengajian, serta melalui sekolah,” ungkapnya.
Selain itu, pesan-pesan pencegahan stunting juga disampaikan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
“Melalui sinergi ini, Majelis Kesehatan PP Aisyah dan Yaici berharap dapat mencapai lebih banyak masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang bahaya stunting dan bagaimana mencegahnya,” tutupnya.(*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Fajri Sunaryo