Cemburu Jadi Penyebab Utama Perceraian di Samarinda, Bukan Ekonomi!

Fajri
By
6 Views
Ilustrasi.(ist)

Terdapat fakta menarik tentang perceraian di Samarinda, di mana selisih paham dan cemburu menjadi penyebab utama, mengalahkan masalah ekonomi. Ada beberapa faktor penyebab, dan upaya mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Samarinda.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Sepanjang tahun 2024, Pengadilan Agama Samarinda menangani 1.521 kasus perceraian. Biasanya, masalah ekonomi menjadi penyebab utama perceraian. Namun, di Samarinda, perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus justru menjadi faktor paling dominan dalam terjadinya perceraian.

Juru Bicara Pengadilan Agama Kelas 1A Samarinda, Muhammad Hasbi, menjelaskan bahwa dari total kasus yang ada, sebanyak 1.150 di antaranya disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang berulang.

“Faktor-faktor yang memicu perceraian ini sangat beragam, seperti pasangan yang egois, temperamental, dan suka mengungkit masa lalu. Namun, yang paling sering terjadi adalah kecemburuan,” tuturnya dalam wawancara di Jalan Juanda, Samarinda Ulu, baru-baru ini.

Kecemburuan ini, lanjutnya, biasanya muncul dari pasangan yang memiliki rutinitas berbeda, misalnya suami yang bekerja sementara istri adalah ibu rumah tangga, atau sebaliknya. Selain itu, ada juga perselisihan yang disebabkan oleh campur tangan orang tua dalam urusan rumah tangga anak mereka. Semua faktor ini berakumulasi dan menyebabkan pertengkaran yang sering terjadi, yang paling banyak ditemukan di Kota Tepian.

Urutan kedua penyebab perceraian adalah pasangan yang meninggalkan salah satu pihak, dengan 161 kasus. Berdasarkan Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, salah satu pihak dapat menggugat cerai jika meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah.

Masalah ekonomi menempati urutan ketiga dengan 137 kasus. Penyebab perceraian lainnya termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan 21 kasus, judi 17 kasus, dihukum penjara 14 kasus, narkotika atau penyalahgunaan zat 10 kasus, serta keluar dari agama Islam atau murtad dengan 4 kasus.

Selain itu, terdapat masing-masing 2 kasus untuk poligami, mabuk, dan zina, serta 1 kasus kawin paksa. Tidak ada kasus perceraian yang ditangani terkait cacat badan.

“Namun, setiap kali ada kasus perceraian, kami selalu berusaha untuk melakukan mediasi,” jelasnya. (*)

Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *