Sabtu , Mei 18 2024
Tak Pasti Sejahtera, Banyak Petani Alih Profesi
Banyak petani kini beralih ke komoditas dan profesi lain, karena sarana pertanian seperti pupuk dan obat yang harganya turun dan naik. (Dok Pixabay)

Tak Pasti Sejahtera, Banyak Petani Alih Profesi

Loading

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak petani alih profesi. Kesejahteraan yang tak pasti pun jadi alasan utamanya.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Seiring perkembangan zaman, profesi sebagai petani terus ditinggalkan. Selain dikarenakan tidak menariknya pekerjaan ini bagi sebagian besar milenial. Kesejahteraan yang tak menentu menjadi alasan utamanya.

Biaya operasional yang tinggi ditambah adanya kemungkinan gagal panen membuat banyak orang pikir dua kali. Tak pelak, kondisi ini membuat sejumlah petani lebih memilih mencari mata pencaharian lain atau alih profesi.

Yang berdampak kepada penurunan jumlah petani setiap tahunnya. Padahal, petani merupakan salah satu tonggak utama dalam ketahanan pangan.

Jasa SMK3 dan ISO

Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kaltim, Siti Farisyah Yana menyebut, dalam sepuluh tahun terakhir berdasarkan sensus pertanian, jumlah petani terus menurun hampir 50 persen.

Hal ini dikuatkan oleh salah seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kelurahan Harapan Baru, Ahmad Taufik. Ia mengatakan, banyak petani yang berpindah haluan, baik itu beralih menanam komoditas lain maupun sekaligus beralih profesi.

Di Kelurahan Simpang Pasir, 60 Persen Petani Pilih Alih Profesi

Sebagai gambaran, pada 2020 lalu masih banyak petani padi di Kelurahan Simpang Pasir. Namun saat ini, sekira 60 persen petani-petani tersebut sudah tidak menjalani profesi yang sama. Hal ini ia ketahui karena dulu sempat menjadi PPL di wilayah tersebut. Bukan tanpa alasan, harga sarana pertanian yang tidak menentu jadi penyebabnya.

“Begitu juga di tempat lain, di Loa Janan Ilir, Desa Tani Aman, sawah sudah banyak terbengkalai. Karena sarananya mahal, harga gabah naik jadi harga beras naik,” tuturnya saat dikonfirmasi melalui seluler, Jumat (1/3/2024).

Sementara itu untuk wilayahnya sendiri, petani padi hanya ada dua kelompok dan satu kelompok lagi merupakan petani non padi. Syukurnya, dari kelompok-kelompok tersebut, belum ada yang beralih profesi. Karena memang tidak ada kendala besar yang mengacaukan hasil produksi, seperti limbah dan banjir.

Baca Juga  KPU Bontang Minta Anggota DPRD Terpilih Segera Laporkan LHKPN ke KPK

Namun, jika tidak terjadi hujan maka jumlah produksi akan turun juga. Jika biasanya satu hektar lahan dapat menghasilkan 100 karung padi, maka karena tidak ada hujan petani hanya bisa mendapat 70 karung.

Risiko-risiko tersebut bisa diminimalisir dengan bantuan pemerintah. Namun, kata Taufik, bantuan intensif dari pemerintah justru kadang-kadang kurang.

“Kadang tidak merata. Petani lain ada yang dapat tapi ada yang tidak,” imbuhnya.

Ia menyebut, selain bantuan dalam bentuk pendampingan, diperlukan bantuan lain yang berkelanjutan. Khususnya untuk komoditas padi.

“Biar nilai di petani tetap tinggi, tapi harga dipasaran tidak terlalu tinggi. Harus ada input dari luar seperti subsidi dari pemerintah,” pungkasnya. (*)

Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari

cek juga!

38 Kampung di Mahulu Terendam Banjir, Pj Gubernur Kaltim Minta Penanganan Segera

38 Kampung di Mahulu Terendam Banjir, Pj Gubernur Kaltim Minta Penanganan Segera

Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik meminta segera dilakukan penanganan terkait musibah banjir yang terjadi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page