Dugaan Jebolnya Tanggul PKT mendapat sorotan dari Pengamat Ekonomi Unmul. Ia bilang, jika hal tersebut lambat ditangani, akan berdampak lebih luas terhadap lingkungan, sehingga menyebabkan kerugian ekologi terutama pada kualitas air Sungai Guntung.
Kaltim.Akurasi.id, Bontang – Beberapa pembudidaya dan nelayan mendapati ratusan kilogram ikan dan lobsternya mati secara tiba-tiba. Kejadian tersebut berada di perairan Tanjung Laut tepatnya di Keramba Jaring Apung (KJA) dan Sungai Muara Guntung.
Mereka alami kerugian hingga ratusan juta. Para nelayan menduga, kematian ikan ini diduga lantaran ada kaitannya dengan jebolnya tanggul berisi lumpur hasil pengerjaan pengerukan pendalaman air laut. Diketahui, proyek tersebut direncanakan oleh Pupuk Kaltim dan dikerjakan PT Wijaya Karya (Wika), Pada Sabtu, (20/04/24) lalu.
Kejadian ini rupanya menjadi sorotan dari Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi. Ia mengatakan, harusnya pemerintah bertindak cepat terutama Peran Dinas Lingkungan Hidup sebagai garda terdepan terhadap dampak lingkungan untuk mengecek apa akar masalah kejadian tersebut.
Karena hal ini berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, utamanya yang terdampak. Yaitu pembudidaya ikan dan lobster di daerah muara Guntung. Terlebih Bontang adalah salah satu penghasil dari komoditas hasil laut di Kalimantan Timur.
“Wali kota juga harusnya mengambil inisiatif dengan mengarahkan DLH terhadap kejadian itu, karna menyangkut hajat publik itu penting, terlebih masyarakat bergantung terhadap hasil mendapat ikan dan membudidayakannya. Tugas pemerintah adalah membuat masyarakat sejahtera bukan makin menderita,” ucapnya ketika menanggapi masalah nelayan ini.
Dia menekankan, Pemerintah Kota Bontang harus mengambil langkah dini dengan melakukan serangkaian prosedur, yaitu memeriksa kadar air yang diduga terkena pencemaran oleh jebolnya tanggul tersebut. Sehingga hal tersebut tidak menjadi polemik di tengah masyarakat.
Setelah itu membentuk tim dan memanggil ahli untuk menghitung kerugian dari sisi ekonomi beserta dampak terhadap lingkungan, dampak kesehatan, dan sosialnya. Jika terbukti perusahaan melakukan kerusakan lingkungan, pemerintah bisa ambil tindakan.
“Ini belum terungkap apa penyebab kematian ikan-ikan tersebut lalu belum ada yang tahu penyebab perubahan terhadap warna air tersebut, hitung dari sisi ekologinya harus dilakukan komprehensif,” katanya.
“Wali kota Bontang dengan DLH harus Clear terhadap hal tersebut. Kalau ini kejadian kedua, ini menyedihkan pelayanan publik seperti itu” tambahnya.
Jika hal tersebut lambat ditangani, akan berdampak lebih luas terhadap lingkungan, sehingga menyebabkan kerugian ekologi terutama pada kualitas air Sungai Guntung. Terlebih air adalah sumber kebutuhan utama bagi manusia.
“Itu baru ikan, bagaimana jika kebocoran tanggul itu masuk ke wilayah air sungai yang lebih besar, terlebih jika air sungainya dijadikan bahan baku PDAM, kan bahaya jika digunakan manusia, siapa yang bisa memastikan itu,” terangnya.
Terlebih lanjutnya, dalam pengerjaan proyek tersebut diduga sudah berdampak pada lingkungan. Harusnya kata dia, dua perusahaan tersebut sudah tuntas terhadap dampak dan pencegahan, yang termuat dalam Analisis dampak lingkungan (AMDAL).
Dosen ekonomi manajemen sumber daya alam dan lingkungan itu menyebut, sesuai prosedur, perusahaan harusnya memberikan informasi itu ke wali kota, maupun pejabat daerah yang berkepentingan dengan Amdal.
Bahkan, katanya, masyarakat harusnya diajak bicara sebelum dan sesudah pengerjaan berlangsung. Hal tersebut dilakukan agar memahami dampak kerugian lingkungan dan pencegahan yang dihasilkan dari pengerjaan proyek pengerukan.
Namun karena kurang baiknya respons yang diterima masyarakat terdampak terhadap laporan perubahan warna sungai yang diduga karna bocornya tanggul tersebut, kedua perusahaan tersebut dinilai kurang menjalankan komunikasi ke masyarakat yang terdampak pada lingkungan sekitar area pengerjaan proyek tersebut.
Sehingga menimbulkan pertanyaan, upaya apa saja yang sudah dilakukan kedua perusahaan besar itu. “Apalagi dua perusahaan besar PKT dan Wika, ketika mereka merespons lambat berarti ada apa-apa, padahal itu bagian dari Manajemen Publik Relation, harus dipertanyakan AMDAL-nya itu,” ucapnya.
Ia berharap pemerintah harus mengubah pola tindakannya terkait isu lingkungan, terutama pembahasan dalam langkah pencegahan awal. Menurutnya, kebanyakan upaya pemerintah soal dampak lingkungan jika sudah terjadi masalah, baru ada tindakan.
“Kinerja pemerintah kenapa harus seperti pemadam kebakaran? maksudnya jika terjadi kejadian baru ada tindakan tidak pernah bicarakan tentang langkah pencegahan awal, mindset seperti ini harus diubah. Harusnya jangan hitung untung rugi, jika sudah menjadi pejabat publik harusnya siap melayani masyarakat. Terlebih mereka digaji dari uang negara dan hasil pajak masyarakat,” jelasnya. (*)
Penulis : Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id