Konflik Lahan HGU PT Belantara Subur Berlanjut, Akankan Selesai Bulan Depan?

Devi Nila Sari
4 Views
Foto: Aksi demonstrasi warga 3 kelurahan dan satu desa di depan Gedung DPRD PPU. (Nelly/Akurasi.id)

Konflik lahan HGU PT Belantara Subuh masih berlanjut. Padahal, perusahaan berjanji kepada bupati untuk menyelesaikan persoalan ini akhir Juni 2025. Akankan masalah ini segera temui titik terang?.

Kaltim.akurasi.id, Penajam – Konflik kepemilikan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Belantara Subur (BS) dan warga Kelurahan Sotek, Desa Bukit Subur, Kelurahan Riko dan Kelurahan Sepan terus berlanjut.

Meski permasalahan ini sudah mendarat di gedung DPRD PPU, untuk mencari jalan tengah atas sengkarut kepemilikan lahan, namun upaya tersebut nampaknya belum membuahkan hasil.

Rapat dengar pendapat (RDP) yang menjadi wadah untuk mencari solusi atas ihwal ini juga berlangsung cukup alot. Hingga menyulut kemarahan warga, yang berujung penggerudukan kantor DPRD PPU, Senin (19/05/2025).

Tak banyak yang diinginkan warga, hanya pencabutan izin HGU PT BS atas kepemilihan 16 ribu hektare lahan, yang di dalamnya terdapat kebun warga. Warga khawatir mata pencahariannya selama bertahun-tahun terancam, lantaran lahan kini masuk HGU PT BS.

Sebagai informasi, dari luasan 16.000 hektare lahan yang menjadi perdebatan, 8.000 hektarenya sudah dikelola oleh warga sejak bertahun-tahun lalu. Bahkan, sebelum tahun 2005.

Madron, salah satu perwakilan warga yang hadir dalam RDP mengatakan, permasalahan ini semakin pelik lantaran lahan tersebut digarap oleh banyak pihak. Tidak hanya oleh warga setempat, namun juga masyarakat luar daerah.

Oleh karena itu, dalam RDP tersebut pihaknya sepakat untuk melakukan inventarisasi terlebih dahulu. Usai inventarisasi dilakukan, piha perusahaan, pemerintah, dan masyarakat akan duduk bersama lagi membahas hal ini satu bulan ke depan.

“Sebenarnya, sebelum RDP masyarakat telah melakukan inventarisasi lahan. Namun, hanya dilakukan oleh kelompok tani. Inventarisasi kali ini akan melibatkan masyarakat, pihak kelurahan dan kecamatan,” terangnya.

Madron mengatakan, sebelumnnya pihak perusahaan juga menawarkan sistem kemitraan dengan para petani. Namun, warga masih enggan menerima tawaran itu karena merasa lahan tersebut sudah kepemilikannya, lantaran sudah dikelola selama bertahun-tahun.

“Kami ingin agar izin PT BS dicabut. Tetapi, itu masih dikaji sama DPRD. Masih deadlock (belum menemui jalan keluar). Kami ketemu lagi 19 Juni setelah proses inventarisasi lahan selesai,” tambahnya.

RDP Lanjutan Setelah Data Inventarisasi Lahan Terkumpul

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD PPU Ishaq Rahman membenarkan, akan menggelar RDP kembali satu bulan ke depan setelah dilakukan pengumpulan data. Nanti data tersebut akan dibawa ke Kementerian Kehutanan RI, untuk memperjelas status lahan.

“Karena peta-peta atau kawasan-kawasan yang kami terima berbeda semua. Makanya, ini yang mau kami sinkronkan. Jadi, harus sinkronkan dengan yang di atas (Kementerian Kehutanan RI),” terangnya.

Disinggung terkait status lahan tersebut, Ishaq mengatakan, status lahan HGU-nya telah terbit sejak tahun 1992, namun statusnya Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

“Status lahan itu HPK. Peruntukannya HTI (Hutan Tanaman Industri) dan HPH (Hak Pengusahaan Hutan), jadi enggak bisa dong dimasukin (menggarap, red) secara sembarangan. Hanya saja, sebelumnya memang ada program dari PT BFI (Balikpapan Forest Industri) di awal sebelum BWL (Balikpapan Wana Lestari),” kata dia.

Ia mengungkapkan, benar terdapat program pembinaan kepada kelompok masyarakat dengan menanam sawit. Sehingga, dengan adanya sampel tersebut di tengah masyarakat, warga juga ikut menanam sawit.

“Kalau kemitraan itu HPH, kita luruskan ya HPH itu mitra perusahaan yang bergerak di bidang tanaman dan kayu-kayuan, bukan sawit. Nah, yang menjadi problem (permasalahan, red) di sini kan sawit,” tambahnya.

Ia membantah dalam RDP tersebut terjadi deadlock dan lamanya proses RDP dianggap wajar. Menurutnya, hal tersebut terjadi akibat seluruh pihak mempertahankan pendapatnya dan bersikeras untuk diakomodir.

“Tugas kami (DPRD) hanya menampung. Ini perlu diingat dan menjadi catatan bahwa DPRD itu bukan eksekutor ya. Kami hanya memfasilitasi semua sisi (pihak) dan semuanya kami layani. Sesuai berita acara, satu bulan ke depan akan ada RDP lanjutan. Seluruh pihak terkait, baik HPH Bongan, ATR/BPN direncanakan akan datang,” ujarnya.

Ishaq juga menambahkan, bahwa PT BS memilihi dua izin yaitu HPH dan HTI. HPH merupakan izin pemanfaatan hutan termasuk penggunaan jalan, sementara HTI merupakan izin tanamnya.

“Kalau HTI, kalau tidak salah (perizinannya) sampai 2054 berakhirnya. Luasan HTI 16.475 hektare. Itukan klaim warga, dan pada posisinya juga belum segitu (8.000 ha). Dari data masyarakat dan kelompok itu kurang lebih 5.000 hektare. Sedangkan versi dari PT Belantara Subur itu 6.800-an hektare,” jelasnya.

Untuk mengurai permasalahan ini, pihaknya mengupayakan untuk merubah status lahan dahulu, dikarenakan tidak ingin melanggar regulasi. Utamanya, terkait peraturan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) hutan tersebut, tidak boleh menanam sawit.

“Tapi, masyarakat sudah terlanjur melakukan (menanam sawit), nah bagaimana kita untuk menjembatani antara DPRD dengan eksekutif, serta kementerian. Kami juga ingin melindungi hak-hak warga negara, selama tidak melanggar aturan,” tegasnya.

Disinggung dengan tuntutan warga yang ingin izin PT BS dicabut dikarenakan perusahaan tersebut sudah tidak produktif, Ishaq mengatakan, bahwa terdapat regulasi baru. Perusahaan hanya memiliki izin dapat bergerak untuk menanam saja, sehingga tidak mesti mencabut izin.

“Kalau soal tidak memberikan CSR, itukan versi warga. CSR itu sulit untuk mengukurnya, jadi dari mana cara kita mengukurnya. Meskipun masyarakat di sana terisolir karena kondisi jalan becek, tapi perusahaan tidak memiliki kewajiban, karena itu merupakan jalan produksi,” ujarnya.

PT BS Dukung Upaya Penyelesaian Konflik Melalui Inventarisasi Lahan

Sementara itu, perwakilan Direksi PT BS M Arif mengatakan, pihaknya telah membuat  semacam pelengkap kesepakatan dengan pimpinan sidang. Sehingga, dalam satu bulan ke depan pihaknya juga akan melakukan inventarisasi lahan, bersama camat dan lurah.

“Jadi, untuk melakukan semacammenata kembali batas-batas wilayah pembukaan. Penataan termasuk lahan-lahan warga yang ada di area perusahaan,” ungkapnya.

Ia mengaku, pihak perusahaan sebelumnya juga telah mengetahui bahwa warga melakukan pengolahan lahan. Namun, ia menyayangkan, kurangnya koordinasi dan komunikasi.

“Jadi, timbul semacam kesalahpahaman. Ya, mungkin itu saja,” jelasnya.

Arif menjelaskan, HGU telah terbit sejak tahun 1996 dan luasnya 16.475 hektare. Terkait dengan isu penambahan luasan lahan di tahun 2019, Arif membantah hal tersebut. Luasan lahan tidak sampai 90.000 hektare seperti yang diisukan.

“Tidak ada penambahan. Dari tahun 2000-an sudah termasuk yang 16.000 hektare itu,” terangnya.

Namun, ia membenarkan, terkait dengan kemitraan. Dalam kemitraan tersebut, pihaknya mengajak warga melakukan pengelolaan lahan dengan menanam Pohon Sengon.

“Iya, sebetulnya kan ada aturan-aturannya. Kita mendukung sesuai aturan ,” tambahnya.

Ia berharap, kasus ini segera menemui titik terang, agar pihak perusahaan dan warga sama-sama aman dan nyaman.

“Supaya perusahaan nyaman berusaha. Masyarakat juga tetap jalan, untuk bisa menambah penghidupannya ya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Bupati PPU Mudyat Noor juga sempat mengantarkan bantuan sosial ke daerah terdampak oleh perusahaan, tepatnya di RT 16 Kelurahan Sotek, KM 29 Sotek-Bongan. Bantuan diantarkan lantaran warga di sana terisolir dan tidak dapat berbelanj, akibat jalanan yang berlumpur dan tidak dapat dilalui. Diketahui, jalanan ini juga merupakan jalan produksi akses PT BS mengangkut hasil kayu.

“Itu masih wilayah perusahaan, itu bukan jalan umum,” tuturnya.

Mudyat Noor yang ditemui di Kantor Bupati PPU mengatakan, pihaknya telah melakukan audiensi dengan pihak perusahaan dan mereka telah berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut akhir Juni 2025.

“Mudah-mudahan persoalan ini bisa segera selesai,” harapnya.

Disinggung terkait aksi demonstrasi warga, Mudyat mengatakan, hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Pemkab PPU. Namun, hal tersebut langsung berurusan dengan perusahaan.

“Kalau untuk HGU, itu bukan urusan kita, itu sangkut pautnya dengan pemerintah pusat,” kata dia.

Sementara itu, Asisten I Setkab PPU, Nicko Herlambang yang turut hadir di RDP tersebut menolak untuk berkomentar.

“Lagi buru-buru, segera saya laporkan ke bupati,” tutupnya. (*)

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *