Bawaslu Kutai Timur tidak melanjutkan penyelidikan dugaan pelanggaran kampanye oleh legislator Kaltim dari PKS, HR. Penyelidikan tidak berlanjut karena adanya penolakan oleh pihak yang berwajib.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye pemilu yang dilakukan oleh salah satu Anggota DPRD Kaltim, HR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dihentikan. Sebab, pihak kepolisian dan kejaksaan disebut tidak memiliki alasan untuk melanjutkan kasus tersebut, karena HR dianggap tidak melakukan pelanggaran kampanye.
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kutim Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Musbah Ilham mengakui, bahwa usaha mereka untuk mengusut kasus ini mendapat penolakan dari pihak kepolisian dan jaksa.
“Kami mengadakan rapat 2 kali terkait ini. Yakni, tanggal 15-16 Januari 2024 ini. Tapi, tetap ditolak oleh polisi dan jaksa,” ujar Musbah Ilham, Selasa (16/1/2024).
Musbah menjelaskan, dugaan pelanggaran kampanye oleh legislator Kaltim dilakukan atas pertimbangan tiga pasal dalam Undang- Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang pemilu.
Pasal-pasal dimaksud meliputi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU pemilu terkait penggunaan fasilitas negara, Pasal 521 UU pemilu yang mengenai sanksi pidana umum, dan Pasal 547 UU pemilu yang berfokus pada sanksi pidana khusus bagi pejabat negara.
Namun, pihak kepolisian dan jaksa tidak melanjutkan laporan tersebut dengan alasan tidak memenuhi unsur dalam pasal yang dikenakan kepada HR, seperti pasal 521 UU Pemilu. Polisi dan jaksa berdalih menggunakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2023 Pasal 72A ayat (2), yang menyatakan bahwa fasilitas negara bisa digunakan pada hari Minggu atau hari libur.
“Menurut mereka, karena sosialisasi tersebut dilakukan pada hari Minggu atau hari libur. Maka, tidak termasuk penggunaan fasilitas negara untuk kampanye,” terangnya.
Beda Interpretasi Regulasi Sebabkan Penyelidikan Atas HR Tidak Berlanjut
Kemudian, berkenaan status anggota legislatif sebagai pejabat negara. Bawaslu Kutim mengakui adanya perbedaan interpretasi terkait status anggota legislatif sebagai pejabat negara.
Berkenaan dengan ini, telah dilakukan klarifikasi dengan melibatkan legislator bersangkutan, ahli pidana dari Balikpapan, kepala desa Sidomulyo, dan ahli inferensial Jakarta. Hasil klarifikasi menunjukkan bahwa anggota legislatif, termasuk HR tidak dianggap sebagai bagian dari pejabat negara menurut UU Nomor 20 tahun 2023 pasal 58 tentang ASN.
“Kami tidak bisa melanjutkan penanganan kasus ini karena tidak ada kesepakatan antara tiga lembaga, yaitu bawaslu, polisi, dan jaksa,” kata Musbah.
Musbah menyatakan, keputusan ini sangat disayangkan karena bawaslu telah berupaya keras untuk mengusut kasus ini. Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.
“Kami merujuk pada Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu sebagai landasan hukum dalam kasus ini,” jelas Musbah.
Diberitakan sebelumnya, Bawaslu Kutai Timur menemukan dugaan pelanggaran kampanye oleh HR di Kutai Timur. Berdasarkan laporan Paswascam Desa Sidomulyo pada tanggal 7 Desember 2023, yang bersangkutan disebut melakukan ajakan memilih saat sosialisasi wawawasan kebangsaan di Desa Sidomulyo. Dengan membagi-bagikan kalender yang merupakan alat peraga kampanye.
Usai laporan tersebut, Bawaslu Kutim, polisi, dan jaksa melakukan pengumpulan bukti-bukti sekaligus pasal yang akan dikenakan kepada HR. Namun, usai rapat 2 kali, nampaknya tidak ada pasal yang dapat memberatkan HR. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari