Wali Kota Samarinda Penuhi Panggilan Bawaslu Terkait Mobilisasi Ketua RT

Fajri
By
5 Views
Wali Kota Samarinda, Andi Harun saat ditemui oleh awak media bebrapa waktu lalu. (Muhammad Zulkifli/Akurasi.id)

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Samarinda memanggil Wali Kota, Andi Harun untuk meminta keterangan terkait dugaan pelanggaran pemilu, mobilisasi Ketua RT

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Beberapa waktu lalu, warga Kota Samarinda dihebohkan dengan adanya video kontroversial yang beredar di sosial media. Dalam video tersebut menunjukkan dugaan pejabat daerah memobilisasi ketua RT untuk mendukung salah satu calon legislatif (caleg) yang tidak lain adalah anaknya sendiri.

Merespon berita yang tersebar itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Samarinda memanggil Wali Kota, Andi Harun untuk meminta keterangan terkait dugaan pelanggaran pemilu.

Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Samarinda, Imam Susanto mengatakan, Bawaslu memanggil Andi Harun untuk dimintai keterangan terkait adanya dugaan mobilisasi ketua RT di Samarinda guna mendulang suara caleg tertentu.

“Berdasarkan surat yang dikirim bawaslu Sabtu lalu, kita meminta keterangan kepada wali kota terkait dugaan pelanggaran pemilihan umum (pemilu),” kata Imam Sutanto, Selasa (23/1/2024).

Selama melakukan pertemuan empat mata dengan Wali Kota, Bawaslu melontarkan sebanyak 20 pertanyaan. “Kita perlu meminta klarifikasi dari pak wali terkait video atau peristiwa yang kita duga pelanggaran,” jelas Imam.

“Pada prinsipnya sih kita masih melakukan pendalaman, karena ada beberapa informasi yang akan terus kita gali. Tapi, kita sudah cukup punya gambaran tinggal nanti kita plenokan,” tambahnya.

Wali Kota Sebut Tuduhan Itu Tidak Rasional

Sementara itu, Wali Kota Samarinda, Andi Harun menyikapi tuduhan mobilisasi ketua RT yang diduga terkait dengan politik uang, dia membantah klaim tersebut. Ia menilai pernyataan mengenai pembayaran Rp300 ribu kepada 50 orang per TPS sebagai tidak rasional.

Orang nomor satu di Kota Tepian (Samarinda) itu bahkan menghitung jumlah tersebut mencapai Rp45 miliar jika dikalikan dengan 3.000 TPS yang ada di Samarinda. Ia menegaskan bahwa dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dirinya tidak memiliki kekayaan sebesar itu.

“Membayar jumlah sebesar itu hanya untuk kepentingan caleg, adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal,” ujarnya.

Andi Harun menyebut, narasi politis yang berkembang terkait acara refleksi akhir tahun yang diadakan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Menurutnya, acara tersebut bukan kegiatan politik, melainkan refleksi pembangunan kota sejak 2021 hingga 2023, khususnya sepanjang tahun 2023. Ia menjelaskan bahwa materi kegiatan mencakup tiga program utama pemerintah.

“Materi di dalam kegiatan tersebut berisi beberapa hal, pertama mengelaborasi atau menjelaskan bagaimana tiga program utama pemerintah berjalan,” jelas orang nomor satu di Kota Samarinda itu.

Setelah pertemuan dengan Bawaslu Samarinda, Andi Harun membantah keterlibatannya dalam kampanye politik. Ia menekankan bahwa pertemuan resmi tidak membahas perkembangan Kota Samarinda dengan unsur politik. Andi Harun menegaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, ia tidak menyebutkan partai atau nomor urut terkait.

“Tidak mungkin pertemuan secara resmi itu yang membahas perkembangan Kota Samarinda disusupi dengan politik. Dalam pertemuan itu juga saya tidak menyebut, partai dari mana, nomor urut berapa atau apapun itu yang berkaitan,” tambahnya.

Ia dengan tegas menepis semua tudingan politisasi acara refleksi akhir tahun dan menegaskan komitmennya pada pembangunan kota, serta menampik keterlibatannya dalam upaya politik uang terkait dengan Pemilu.

Kampanye Ada Ketentuannya

Terpisah, Ketua Bawaslu Kaltim Hari Dermanto menyampaikan bahwa, berdasarkan Peraturan Pemerintah 53/2023 pasal 31 menteri dan pejabat setingkat menteri, serta gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dapat berkampanye. Pejabat tersebut juga bisa menjadi bagian tim kampanye daerah (TKD) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sudah di daftarkan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kendati demikian, Hari menjelaskan, ada ketentuan lain dalam masa kampanye. Yakni, Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa kampanye, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. “Ini tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2017 pasal 547,” sebutnya.

Hari memandang, kasus tersebut perlu dilakukan penelusuran terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran dari isu yang saat ini tersebar di media sosial. “Kita perlu mengkualifikasi mengenai peristiwa yang terjadi itu, memenuhi unsur yang sebagaimana dalam ketentuan perundang-undangan atau tidak,” jelasnya.

Pengamat: Orang-orang Dengan Posisi Tinggi Cenderung Punya Pengaruh

Sementara itu, Pengamat Politik Budiman Chosiah perpendapat, Pejabat daerah, saat kembali terlibat dalam pertarungan politik, dapat memobilisasi perangkat daerah yang memiliki status ASN, seperti Kepala Dinas, Camat, dan Lurah.

“Ini memberikan keuntungan karena mereka dapat diaktifkan dengan mudah,” ujar Budiman.

Meskipun persaingan terjadi di berbagai tingkatan, seperti kompetisi antara Kepala Dinas melalui metode evaluasi, tetapi setidaknya ada konteks yang menunjukkan adanya hubungan timbal balik.

“Meskipun pemilihan langsung terjadi di Samarinda, namun dalam kompetisi, orang-orang dengan posisi tinggi cenderung memiliki pengaruh besar,” tuturnya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *