Jika Terbukti Pemilik IUP Tidak Memanfaatkan Lahan Dengan Optimal, Pj Gubernur Kaltim Minta Pemkot Mencabut Izin
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik menyayangkan masih terdapat disparitas lahan pemilik Izin Usaha Perkebunan (IUP). Lantaran dari 2,3 juta hektar lahan yang dipegang oleh pemilik IUP, hanya 1,2 yang sudah ditanam. Artinya, masih ada disparitas lahan sekitar 1,1 juta hektar.
“Apa itu yang terjadi di 1,1 juta hektar, kenapa enggak ditanam?” terangnya ketika diwawancarai di Balikpapan pada Senin (15/07/2024).
Sebenarnya, menurut Akmal, ada beberapa alasan kenapa hal ini bisa terjadi. Misalnya terkendala kemampuan produksi atau lahan yang menyentuh area konservasi.
Namun, kewenangan pemberian IUP tersebut berada di ranah pemerintah kota atau kabupaten. Sedangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim hanya melakukan penilaian apakah usaha perkebunan itu sudah dilakukan.
“Kita punya 50 orang petugas penilai usaha perkebunan (PUP). Saya tadi minta PUP ditingkatkan kemampuannya, didekatkan dengan digitalisasi,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Otda Kemendagri RI ini.
Langkah ini ditujukan Agar PUP bisa menilai secara objektif. Serta bisa mempertimbangkan sejumlah potensi yang dimiliki oleh lahan-lahan di Kaltim. Lanjutnya, jika memang sudah terbukti pemilik IUP tidak memanfaatkan lahan dengan optimal, maka Akmal meminta agar pemerintah kabupaten atau kota segera mencabut izin tersebut.
Ia tidak ingin kejadian sama terus berulang. Dimana pemilik IUP marah-marah ketika lahan miliknya ditanami warga. Padahal lahan tersebut tidak ditanami selama satu sampai tiga tahun.
“Kita harus tegur yang seperti itu. Jangan salahkan masyarakat ketika melihat lahan dibiarkan ditanami, setelah ditanami baru mengklaim itu tanah saya,” sambung Akmal.
Padahal sudah jelas tertuang di dalam UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Pada pasal 16 disebutkan jika perusahaan perkebunan wajib mengusahakan lahan perkebunan. Paling lambat 3 tiga tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan Perkebunan paling sedikit, 30 persen dari luas hak atas tanah. Dan paling lambat enam tahun setelah pemberian status hak atas tanah.
Selain itu, perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami Tanaman Perkebunan. Jika lahan perkebunan tidak diusahakan, maka bidang tanah perkebunan yang belum diusahakan diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang.
Pasalnya, saat ini Benua Etam sedang menggencarkan hilirisasi. Sehingga semakin banyak lahan yang dimanfaatkan maka akan meningkat pula pada produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
“Sementara kita butuh bisa digunakan untuk kosmetik sabun dan sebagainya. Ada banyak hal. Sehingga kita harap ini bermanfaat tidak hanya bagi kaltim tapi juga IKN. Itu mengapa saya mendorong pengusaha untuk bisa memanfaatkan itu,” pungkasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id