Tinggal 62 Ekor, Pesut Mahakam Kian Terhimpit Aktivitas Manusia

Di tengah riuhnya ponton, polusi tambang, dan jaring nelayan yang membentang di Sungai Mahakam, pesut Mahakam kini berjuang di ambang kepunahan. Satwa endemik Kalimantan Timur yang dulu jadi kebanggaan, kini hanya tersisa 62 ekor—angka yang bisa terus menyusut bila ancaman tak segera dikendalikan.
Fajri
By
3.9k Views

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Populasi pesut Mahakam, satwa endemik Kalimantan Timur yang berstatus critically endangered (sangat terancam punah), kini semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), jumlahnya diperkirakan tinggal 62 ekor saja.

Padahal, pada awal 2000-an, RASI masih mencatat sekitar 84 ekor. Dalam satu dekade terakhir, sedikitnya 20 individu hilang dari habitatnya. Kondisi ini menunjukkan laju kematian pesut jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan reproduksinya yang relatif lambat.

Peneliti RASI, Danielle Krab, menegaskan situasi ini sudah masuk fase kritis. Seekor pesut yang mati sulit tergantikan karena pesut betina baru bisa berkembang biak pada usia 8–9 tahun, dan rata-rata hanya melahirkan satu anak setiap 3,5 hingga 4 tahun.

“Kalau tidak ada tindakan nyata, kita bisa kehilangan mereka selamanya,” tegas Danielle, Rabu (1/10/2025).

Ancaman Berlapis

Ancaman terhadap pesut Mahakam datang dari berbagai arah. Kematian akibat jaring insang dan racun ikan masih cukup tinggi meski pengawasan makin ketat. Sementara itu, lalu lintas ponton di Sungai Mahakam menimbulkan kebisingan yang mengganggu sonar pesut saat mencari makan.

“Kami melihat perilaku mereka berubah setiap kali kapal lewat. Mereka stres, bahkan berisiko tertabrak,” ujarnya.

Selain itu, tekanan juga datang dari polusi pertambangan dan perkebunan, aktivitas transportasi sungai, hingga tata kelola sempadan sungai yang bersinggungan dengan sektor infrastruktur.

“Tanpa koordinasi lintas lembaga, mustahil penyelamatan bisa efektif,” tandas Danielle.

Perlu Kolaborasi Lintas Sektor

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Inge Retnowati, menambahkan pesut Mahakam sudah masuk kategori critically endangered dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), serta tercatat dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).

“Kalau ancaman tidak dikendalikan, jelas menuju kepunahan,” tegas Inge.

Menurutnya, penyelamatan pesut bukan hanya persoalan ekologi, melainkan juga memiliki nilai ekonomi berkelanjutan. Kehadiran pesut Mahakam bisa menjadi daya tarik wisata berbasis lingkungan jika dikelola secara tepat.

“Kita bangga punya pesut. Kalau dikelola baik, ini bisa menjadi wisata edukasi. Desa Pela, misalnya, punya potensi besar menjadi destinasi konservasi sekaligus pariwisata,” ujarnya.

Karena itu, ia menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor. “Semua pihak harus duduk bersama. Tanpa koordinasi lintas lembaga, pesut akan terus terhimpit oleh aktivitas manusia,” jelasnya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana