Bau Menyengat, Air Menghitam, Ikan Mati: Dugaan Pencemaran di Perairan Bontang Lestari Makin Parah!

Fajri
By
39 Views
Foto: Tangkapan layar dari video yang beredar di sosial media. (Istimewa)

Dugaan pencemaran limbah sawit di perairan Bontang Lestari dan Santan Ilir kembali mencuat setelah video ikan mati mengambang viral di media sosial. Nelayan mengaku pencemaran ini sudah terjadi selama dua tahun, tapi belum ada tindakan nyata.

Kaltim.Akurasi.id, Bontang – Dugaan pencemaran di perairan Bontang Lestari, Kota Bontang, dan Santan Ilir, Kabupaten Kutai Kartanegara, kembali mencuat setelah beredar video di media sosial yang memperlihatkan banyak ikan mati mengambang di perairan dangkal sekitar perusahaan.

Pencemaran ini berdampak pada hasil tangkapan ikan di kedua wilayah tersebut. Para nelayan menduga sumber pencemaran berasal dari limbah pengolahan sawit milik PT Energi Unggul Persada (EUP) yang berlokasi di Bontang Lestari.

Masbudi (45), seorang nelayan yang biasa menangkap ikan di perairan tersebut, mengatakan dugaan itu semakin kuat karena limbah sisa hasil olahan sawit diduga dibuang ke sungai yang bermuara langsung ke laut.

Ia memperkirakan pencemaran mulai terjadi sejak 15 Maret 2025. Menurutnya, ikan-ikan mati mengambang, mulai dari yang berukuran besar hingga anakan. Akibatnya, hasil tangkapannya menurun drastis.

“Biasanya saya bisa mendapat lebih dari 50 kilogram ikan. Tapi sekarang, banyak ikan mati dan tidak bisa dijual,” ujarnya saat dihubungi via telepon, Senin (24/3/2025).

Hal serupa dialami Rahman (51), nelayan asal Kelurahan Bontang Lestari yang menggunakan jaring. Ia mengungkapkan bahwa kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi.

“Selama dua tahun terakhir, nelayan sudah merasakan dampak pencemaran ini, tapi kami bingung harus melapor ke mana,” katanya saat dihubungi secara terpisah.

Karena tidak tahu harus mengadu ke siapa, akhirnya para nelayan mengunggah video kematian ikan tersebut di media sosial pada Minggu (23/3/2025).

Rahman menambahkan, dulu ia bisa menangkap ikan di sekitar perusahaan karena hasil tangkapannya melimpah. Namun, kini ia harus menjauh hingga 10 kilometer untuk menghindari ikan yang diduga tercemar limbah. Para nelayan juga mencium bau menyengat dan melihat air berwarna kehitaman di sekitar perusahaan.

“Kalau terlalu lama di area itu, bisa pusing karena baunya menyengat. Kami harus mencari ikan lebih jauh agar tidak mendapatkan ikan yang sudah terkena limbah,” tambahnya.

Ia berharap pemerintah segera bertindak karena pencemaran ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berdampak pada ekonomi para nelayan yang bergantung pada hasil laut.

“Apalagi ini menjelang Lebaran, kebutuhan pasti meningkat. Saya memang berkebun, tapi itu hanya usaha sampingan. Harapan kami, pemerintah segera menangani dugaan pencemaran ini sebelum semakin parah,” jelasnya. (*)

Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *