Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Menjamurnya gerai ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart di Kota Samarinda bukan semata akibat lemahnya pengawasan, melainkan juga karena kekosongan regulasi daerah yang membuat izin usaha terbit secara otomatis.
Persatuan Pedagang Sembako dan Minyak (P2SM) sebelumnya mengadukan maraknya pelanggaran aturan jarak dan jam operasional ke DPRD Samarinda. Mereka menilai sejumlah gerai berdiri terlalu berdekatan, kurang dari 500 meter dan sebagian buka 24 jam, melampaui batas waktu yang diatur.
Pejabat Fungsional Penata Perizinan Ahli Madya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, Chairuddin, membenarkan bahwa persoalan ini berakar dari tidak relevannya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan.
“Hampir 90 persen peraturan di atasnya sudah tidak berlaku lagi,” ujar Chairuddin, Rabu (12/11/2025).
Ia menjelaskan, kekosongan hukum itu muncul karena Perwali tersebut belum disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 Tahun 2021 dan Permendag Nomor 18 Tahun 2022. Kedua regulasi itu sebenarnya memberi mandat kepada daerah untuk mengatur zonasi antara pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan.
Baca Juga
“Permendag memberi ruang bagi daerah untuk menentukan jarak dan zonasi, tapi harus dibahas bersama Dinas Perdagangan dan PUPR karena menyangkut tata ruang,” terangnya.
Masalah makin rumit sejak diberlakukannya sistem perizinan daring Online Single Submission (OSS) pada 2018. Karena Perwali belum diperbarui, izin usaha toko swalayan dengan KBLI 47111 otomatis terbit dalam sistem OSS.
Menurut data DPMPTSP Samarinda, terdapat 328 izin toko swalayan yang telah terbit antara 2021 hingga 2025.
Baca Juga
“Karena dikategorikan risiko rendah dan skala usaha mikro kecil (UMK), izin terbit otomatis jika tidak ditindaklanjuti dalam lima hari,” ungkap Chairuddin.
Ia menyebut, kondisi tersebut menjadi celah hukum yang membuat pemerintah daerah kehilangan kendali atas penataan ritel modern.
“Kita di Samarinda kehilangan kontrol karena Perwali baru belum ada. Padahal di Perwali lama dulu sudah ada aturan jarak,” ujarnya.
Chairuddin menambahkan, sebelum perubahan aturan perdagangan nasional, pertumbuhan ritel modern masih terkendali. Namun sejak Permendag baru diberlakukan tanpa revisi Perwali, jumlah toko swalayan meningkat pesat.
“Sekarang dalam satu radius bisa ada tiga sampai empat gerai,” ucapnya.
Ia mengingatkan, jika revisi regulasi tidak segera dilakukan, potensi ledakan izin baru masih terbuka.
Baca Juga
“Masih ada sekitar 533 izin lain yang menunggu terbit. Kalau tidak segera diatur, pertumbuhan akan semakin sulit dikendalikan,” tegasnya.
Dalam rapat bersama Komisi II DPRD Samarinda, DPMPTSP telah menyarankan agar revisi Perwali segera dibahas bersama Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Pembaruan aturan itu dianggap penting agar zonasi toko swalayan dapat diintegrasikan ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah.
“Kalau revisi ini disepakati, kita bisa mengembalikan kendali tata ruang dan pertumbuhan ritel modern ke arah yang lebih tertib,” katanya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id