Pemkot Samarinda berhasil menurunkan kawasan kumuh dari 70 hektare menjadi 26,16 hektare. Tahun 2025, fokus penataan diarahkan ke bantaran Sungai Karang Mumus lewat kolaborasi lintas sektor.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dalam menekan luasan kawasan kumuh menunjukkan hasil signifikan. Berdasarkan data Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Samarinda, luas kawasan kumuh yang semula mencapai 70 hektare pada 2020, berhasil ditekan menjadi 26,16 hektare pada akhir 2024.
Plt. Kepala Bidang Kawasan Permukiman Disperkim Samarinda, Narulita Haidinawati Ibay, menjelaskan bahwa pembagian kewenangan penanganan kawasan kumuh sudah diatur dalam UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ia merinci, kawasan dengan luasan:
- di atas 15 hektare menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
- 10–15 hektare kewenangan provinsi,
- di bawah 10 hektare kewenangan kota.
“Kalau di tingkat kota, kawasan kumuh tersisa sekitar 6 hektare. Itu masih menjadi pekerjaan rumah yang diselesaikan secara bertahap,” jelas Narulita.
Fokus Penataan di Bantaran Sungai Karang Mumus
Untuk tahun 2025, penanganan kawasan kumuh dipusatkan di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM). Beberapa titik penataan berada di wilayah kewenangan provinsi, sehingga prosesnya dilakukan secara kolaboratif.
Salah satu lokasi prioritas adalah kawasan Jembatan Ruhui Rahayu, yang penataannya sudah dimulai sejak 2023, berlanjut di 2024, dan diteruskan pada 2025. Progres serupa juga terlihat di sekitar Pasar Segiri, termasuk pembongkaran bangunan di kiri-kanan jalan serta area jembatan.
“Ketika provinsi ikut menata wilayah di kota, prosesnya tetap mengacu pada SK yang berlaku. Jadi pembagian peran dan tanggung jawabnya jelas,” tambah Narulita.
Narulita menyebut keberhasilan menekan luasan kawasan kumuh tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Pemerintah pusat melalui DAK Integrasi sejak 2020 telah berperan di segmen Sungai Dama, sementara pemerintah provinsi aktif melakukan intervensi pada 2023–2024. Adapun pada 2025, fokus diarahkan pada kawasan yang menjadi kewenangan Pemkot Samarinda.
“Tidak bisa hanya mengandalkan satu instansi. Banyak indikator yang harus dipenuhi,” ujarnya.
Dalam penataan kawasan kumuh, terdapat tujuh indikator utama, antara lain ketersediaan sanitasi, akses air minum, sistem persampahan, proteksi kebakaran, dan aspek lain yang melibatkan lintas sektor.
“Penanganan tidak bisa hanya difokuskan di satu titik. Harus menyebar sesuai kebutuhan dan kewenangan masing-masing. Integrasi lintas sektoral menjadi kunci agar target pengurangan kawasan kumuh bisa tercapai,” jelasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id