Konsumen Terdampak BBM Oplosan Gigit Jari, BPSK Salahkan Syarat Administratif

Fajri
By
24 Views
Foto: ilustrasi

Meski uji laboratorium mengungkap kontaminasi dalam BBM, BPSK Samarinda belum bisa memproses sengketa karena aduan konsumen dinilai belum lengkap. Publik mempertanyakan respons dan kapasitas lembaga ini.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Meski hasil uji laboratorium Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda telah mengungkap adanya kontaminasi air dan zat kimia dalam bahan bakar minyak (BBM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Samarinda menyatakan belum dapat memproses kasus tersebut secara resmi. Alasannya, belum ada aduan konsumen yang memenuhi seluruh persyaratan administratif.

Kepala BPSK Samarinda, Asran Yunisran, menegaskan bahwa lembaganya bersifat pasif, layaknya pengadilan. Artinya, BPSK hanya dapat memproses sengketa apabila ada laporan resmi dari konsumen.

“Kami tidak bisa bertindak tanpa adanya aduan. Sama seperti pengadilan, kami baru bisa bergerak kalau ada perkara yang diajukan,” ujarnya, Rabu (8/5/2025).

Asran menyebut, hingga saat ini pihaknya telah menerima sembilan aduan dari konsumen yang mengaku kendaraan mereka rusak setelah mengisi BBM dari SPBU tertentu. Namun, tidak satu pun dari pengadu tersebut yang melengkapi seluruh dokumen yang disyaratkan untuk memproses perkara di BPSK.

“Ada prosedur yang harus dilalui. Pengadu harus melampirkan bukti pembelian, kronologi kejadian, jumlah kerugian, serta bukti bahwa mereka telah berupaya menghubungi atau mengadukan masalah ini ke pelaku usaha,” jelasnya.

Meski begitu, mengingat banyaknya masyarakat terdampak—terutama para pengemudi ojek online (ojol) yang jumlahnya diperkirakan mencapai 700 orang di Samarinda, belum termasuk konsumen umum—pihak BPSK memberi kebijakan khusus.

“Aslinya, kalau berkas belum lengkap, kami tahan dan tidak bisa disidangkan. Tapi karena banyak konsumen kebingungan harus ke mana dan menghubungi siapa, kami fasilitasi pertemuan langsung antara konsumen dan pelaku usaha,” terangnya.

Langkah itu, lanjut Asran, bertujuan mempercepat proses penyelesaian dan membantu konsumen memperoleh penjelasan langsung dari pelaku usaha. Jika dalam pertemuan tersebut tidak ada tanggapan atau solusi memadai, barulah kasus dapat dianggap memenuhi syarat untuk ditangani secara resmi oleh BPSK.

Namun, Asran mengakui adanya keterbatasan kapasitas BPSK dalam menangani pengaduan dalam jumlah besar.

“Berbeda dengan pengadilan yang bisa menggabungkan perkara dalam satu nomor, di BPSK tidak bisa. Sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, setiap pengaduan harus diperiksa satu per satu. Tidak bisa digabung,” tegasnya.

Karena itu, ia menyarankan agar kasus dengan jumlah korban besar, seperti dugaan BBM oplosan ini, disalurkan melalui mekanisme gugatan kelompok (class action) melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kaltim.

“Normalnya, kami hanya mampu menangani tiga kasus per bulan. Lebih dari itu kami kewalahan, karena unsur pemerintah di BPSK diisi oleh PNS yang juga punya tugas lain. Maka dari itu, kalau pengaduannya massal, kami sarankan ajukan lewat LPKSM,” katanya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id

TAGGED:
Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *