Perburuan calon wakil bupati atau kosong dua pada Pilkada Kutim 2024, diyakini akan menghadirkan banyak kejutan. Ini tak lepas dari cukup seksinya kursi wakil bupati. Di mana, secara hitung-hitungan kursi politik bagi kandidat calon bupati, sudah memiliki gambaran yang cukup jelas.
Kaltim.akurasi.id, Kutai Timur – Eskalasi politik pada pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) 2024 tampaknya bakal menjadi ajang perebutan posisi kosong dua yang cukup sengit. Pasalnya, secara umum, peta calon kepala daerah atau posisi kosong satu sudah dapat diprediksi.
Yang mana, pilkada kali ini akan jadi ajang pertarungan petahana. Yakni Ardiansyah Sulaiman dan Kasmidi Bullang, sebagai bupati dan wakil bupati Kutim. Keduanya sama-sama punya nilai tawar yang sama kuat, karena didukung partai yang cukup mumpuni sebagai syarat berlayar pada Pilkada Kutim 2024.
Jika kemudian muncul poros ketiga, pun sudah bisa diprakirakan. Poros itu akan lahir dari Partai Demokrat dengan figurnya Irwan atau Mahyunadi sebagai figur yang pernah maju sebagai calon bupati pada pilkada 2019 lalu. Koalisi lainnya bisa lahir dari Partai Nasdem, yang juga memiliki 6 kursi di parlemen. (Baca: https://kaltim.akurasi.id/headline/berburu-kursi-kosong-dua-pada-pilkada-kutim-2024-siapa-berani-bertarung/).
Perebutan Kosong Dua yang Menggiurkan
Dengan telah terpetakannya bakal calon kandidat kepala daerah. Maka hal menarik lainnya muncul, yakni terbuka lebarnya persaingan yang cukup menggiurkan menduduki jabatan kosong dua bagi setiap calon kepala daerah.
Dua kursi yang sudah sangat seksi untuk diperebutkan, yakni kursi sebagai wakil Ardiansyah dan Kasmidi. Dengan sama-sama mengantongi 7 kursi di parlemen, baik Partai PKS sebagai pengusung Ardiansyah dan Partai Golkar yang dinakhodai Kasmidi, kini hanya membutuhkan tambahan satu kursi untuk mengusung calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Budiman Choisia memberikan pandangannya atas hal itu. Ia berpandangan, jika persaingan bakal calon wakil bupati atau kosong dua, akan cukup menarik untuk mendapatkan perhatian.
Sebagai gambaran, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan media ini dan berdasarkan sejumlah informasi yang diperoleh dari berbagai sumber terpercaya. Pada Pilkada Kutim 2024 ini, ada sejumlah nama yang mencuat sebagai kandidat potensial bakal calon wakil kepala daerah.
Nama-nama yang dimaksud, yakni Arfan, wakil ketua DPRD Kutim dari Partai Nasdem. Dia dianggap potensial sebagai figur yang mewakili Partai Nasdem. Nama lain dari Partai Nasdem, ialah Ismail yang saat ini berkedudukan sebagai anggota DPRD Kaltim.
Kemudian nama lainnya, ada Nasiruddin, bendahara Partai PAN Kaltim dan anggota DPRD Kaltim. Lalu perwakilan anak muda dan kaum perempuan, ada Shela Angraini Sadewi Mahyudin, yang juga merupakan kader potensial Partai PAN. Kendati memiliki peluang yang cukup kecil jika Mahyunadi juga ikut maju pada bursa pilkada. Namun Shela dinilai menjanjikan bisa mewakili suara anak muda dan kaum hawa. Di parlemen, PAN memiliki 2 kursi yang akan jadi magnetnya.
Sementara nama lainnya, ialah Uce Prasetyo, kader Partai PPP yang sebelumnya pernah maju sebagai calon wakil bupati pada pilkada 2019. Secara dukungan kepartaian, PPP saat ini mengantongi 3 kursi di DPRD Kutim. Sehingga dinilai memiliki cukup daya tawar.
Sejalan dengan itu, Budiman menyebutkan, ketika seseorang tampil memperkenalkan dirinya ke publik melalui berbagai alat peraga kampanye. Bukan berarti langsung menargetkan posisi kepala daerah. Besar kemungkinannya, yang bersangkutan sejak awal sudah membidik targetnya untuk bisa menjadi kosong dua.
“Banyak orang pasang baliho, itu sasaran tembaknya adalah kosong dua,” tuturnya.
Shela Nama Potensial yang Perlu Diperhitungkan?
Budiman sedikit memberikan catatan, nama seperti Shela Sadewi Mahyudin pada dasarnya bisa menjadi figur potensial dan patut dipertimbangkan. Namun dengan catatan, Shela bisa menjadi daya tawar yang menarik, kalau Mahyunadi memutuskan tidak terjun pada Pilkada Kutim.
Pertimbangannya tentu sangat jelas menurut Budiman. Karena Shela dan Mahyunadi masih satu ikatan kekeluargaan. Di mana, Shela adalah ponakan dari Mahyunadi. Artinya, jika Mahyunadi dan Shela maju, maka dukungan di antara keduanya akan terpecah. Itu dinilai akan cukup melemahkan daya tawar politik keduanya.
“Mahyunadi dan Shela adalah om dan ponakan. Artinya, jika ada indikasi Mahyunadi maju, agak cukup sulit. Kecuali bila Mahyunadi tidak maju, maka Shela ini bisa menjadi figur yang perlu dipertimbangkan,” tuturnya.
Dosen ilmu sosial dan politik ini juga memberikan sedikit catatan tambahan lainnya. Yang menjadi pekerjaan dan pertimbangan politik dari figur-figur yang dimaksud di atas. Yakni mendongkrak kepercayaan masyarakat. Terutama bagi mereka yang sempat maju pada pemilihan legislatif, namun gagal duduk sebagai wakil rakyat.
Kemudian, bagi mereka yang kini baru saja terpilih sebagai anggota parlemen, tentunya akan jadi ujian untuk mengukur keberanian mereka. Syarat maju sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah adalah anggota DPRD wajib mengundurkan diri.
“Kalau tokoh-tokoh yang gagal masuk parlemen. Tentu masyarakat sudah bisa mengukur kapasitas calon. Artinya, kemungkinan mereka (calon sejak awal) mencari posisi kosong dua. Yang terpilih jadi anggota dewan, tentu ini akan menguji nyali mereka (apakah berani mundur),” tandasnya. (*)
Penulis/Editor: Redaksi Akurasi.id