Pengamat menilai pengawasan dari pemerintah masih lemah. Sehingga masih menyebabkan masalah dalam distribusi gas melon.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Distribusi gas LPG 3 kg bersubsidi terus menjadi sorotan. Pasalnya, penggunaan tabung yang biasa dikenal gas melon ini terus menimbulkan masalah.
Mulai dari kelangkaan di pasaran, dugaan penimbunan, permainan harga, hingga penyaluran yang tidak tepat sasaran terus menyebabkan masalah bagi masyarakat. Alhasil, keberadaan gas melon yang seharusnya meringankan beban hidup masyarakat miskin, malah memperberat beban hidup mereka. Lantaran selalu ada kasus kelangkaan dan permainan harga.
Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi menilai bahwa persoalan distribusi LPG 3 kg dapat diatasi dengan langkah sederhana. Yakni, melakukan pengawasan yang lebih ketat dan pengelolaan data yang akurat. Namun, hingga saat ini, upaya pengawasan di lapangan dinilai masih lemah.
“Kalau sidak sudah direncanakan, siap-siap saja hasilnya tidak objektif. Pejabat harus turun ke lapangan seperti intel zaman dulu,” tuturnya.
Menurutnya, banyak kasus inspeksi mendadak (sidak) justru tidak membuahkan hasil yang nyata karena sudah bocor informasinya. Akibatnya, ketika petugas datang, stok LPG 3 kg di pasaran terlihat normal, padahal di hari-hari biasa masyarakat kesulitan mendapatkannya.
Bisa Manfaatkan KK dan KTP untuk Distribusi Gas Melon
Purwadi menekankan, distribusi gas LPG 3 kg harus berbasis data kependudukan, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), atau KTP. Dengan pendekatan ini, gas melon bisa lebih tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak.
“Pemerintah daerah melalui dinas koperasi atau dinas perdagangan (Disperindakop) seharusnya memiliki data statistik yang lengkap dan akurat mengenai kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menyarankan agar usaha mikro yang berhak mendapatkan LPG 3 kg diwajibkan memiliki surat keterangan dari RT sebagai syarat minimal. Dengan begitu, subsidi bisa benar-benar jatuh ke tangan masyarakat kecil, tanpa merugikan mereka yang seharusnya berhak.
“Sistem ini akan mengintegrasikan laporan dari pangkalan dan pengecer ke Pertamina serta dinas perdagangan daerah. Sehingga data distribusi bisa dipantau secara real-time dan potensi penyimpangan dapat diminimalisasi,” pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 4 Februari 2025, seharusnya harga asli LPG 3 kg Rp42.750 per tabung. Namun, dengan adanya subsidi sebesar Rp30.000 per tabung dari pemerintah, maka masyarakat hanya perlu membayar Rp12.750 per tabung di subpangakalan resmi.
Meski begitu, harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku di berbagai daerah bisa mencapai Rp16.000 hingga Rp19.000 per tabung, bergantung pada lokasi dan biaya distribusi. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari