DLH Bontang dituding beri janji palsu soal hasil uji pencemaran PT EUP. Publik menanti kejelasan, wartawan justru diblokir.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Hingga pertengahan April 2025, hasil uji laboratorium atas dugaan pencemaran yang menyebabkan kematian massal ikan di wilayah perairan Bontang Lestari dan Santan Ilir, Kutai Kartanegara, belum juga diumumkan secara terbuka. Publik kini mulai mempertanyakan komitmen dan transparansi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang dalam menangani persoalan serius ini.
Sebelumnya, Kepala DLH Bontang Heru Triatmojo menjanjikan bahwa hasil uji laboratorium tersebut akan keluar sekitar 15–16 April 2025. Pernyataan itu disampaikan dalam forum mediasi antara nelayan dan PT Energi Unggul Persada (EUP) yang difasilitasi oleh Polres Bontang pada Rabu (9/4/2025). Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari DLH yang menjelaskan perkembangan hasil uji itu.
Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media juga menemui jalan buntu. Heru Triatmojo tidak merespons pesan yang dikirim melalui WhatsApp, bahkan diketahui telah memblokir nomor wartawan media ini. Upaya menggunakan nomor berbeda dari rekan wartawan lain pun tak membuahkan hasil.
Sikap tidak komunikatif ini memicu kekecewaan dari banyak pihak. Salah satunya datang dari akademisi sekaligus pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar, yang menyebut tindakan tersebut mencederai prinsip keterbukaan informasi publik dan good governance.
“DLH adalah instrumen pemerintah yang memiliki kewajiban menyampaikan informasi, apalagi yang menyangkut kepentingan dan keselamatan publik. Tindakan menutup-nutupi justru membuka ruang kecurigaan,” tegas Saiful.
Ia mengingatkan bahwa keterbukaan informasi tak melulu soal hasil akhir. Minimal, DLH bisa menjelaskan proses yang sedang berlangsung, hambatan yang dihadapi, atau perubahan jadwal uji lab. Langkah ini penting agar masyarakat tetap mendapat kejelasan, bukan dibiarkan terombang-ambing dalam ketidakpastian.
“Kenapa tidak disampaikan lewat kanal resmi mereka? Setiap OPD punya humas. Setiap tahun ikut pelatihan kehumasan. Tapi praktiknya? Nihil. Seolah tak ada niat baik menjelaskan,” ujarnya dengan nada kritik.
Nada serupa juga disampaikan Anggota Komisi B DPRD Bontang, Muhammad Sahib. Ia menyayangkan lambannya respons DLH Bontang yang justru membuka ruang spekulasi liar di tengah masyarakat.
“Kalau masyarakat menduga ada permainan antara DLH dan perusahaan, wajar saja. Soalnya informasinya gelap. Ini bukan sekadar slow respon, tapi bisa mengarah ke pembiaran,” kecam Sahib.
Ia mengapresiasi langkah Polres Bontang yang telah berinisiatif memfasilitasi dialog antara warga dan perusahaan. Namun menurutnya, upaya tersebut tidak akan berarti jika DLH -baik kota maupun provinsi– tetap bersikap pasif dan tertutup.
“Saya minta DLH Kota dan DLH Provinsi sama-sama bersikap terbuka. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kalau memang hasil uji belum keluar, ya sampaikan. Kalau sudah, umumkan. Publik punya hak tahu,” jelasnya. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id