Pemerintah Kaltim berencana membangun kereta cepat tanpa menggunakan APBD. Namun, akademisi menilai masih banyak masalah lebih mendesak yang harus diselesaikan, seperti infrastruktur dasar dan layanan publik.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) berencana membangun transportasi kereta cepat. Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim, Seno Aji, menyebut bahwa proyek ini dirancang tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Mungkin bisa kita jajaki untuk jalur Samarinda, Balikpapan, dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Tentunya harus melibatkan pihak ketiga atau investor,” ujarnya di Samarinda, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, saat perayaan ulang tahun ke-17 Partai Gerindra, rencana ini juga sempat disinggung oleh dirinya dan Presiden RI, Prabowo Subianto. Seno menyebut bahwa Prabowo menyambut baik gagasan ini dan berkomitmen mendukungnya melalui pendanaan investasi dari Danantara.
Akademisi: Ada Risiko Penyalahgunaan Dana
Menanggapi wacana ini, akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman, Purwadi, justru mengungkapkan kekhawatiran. Pasalnya, pengelola Danantara terdiri dari tujuh bank pelat merah, yang berarti dana publik juga ikut terlibat.
“Jika investasi ini bermasalah atau macet, bagaimana dengan dana rakyat yang tersimpan di sana? Ini menjadi persoalan serius karena mekanisme audit Danantara juga harus mendapat izin dari DPR. Jika audit terhambat atau bahkan tidak diizinkan, potensi penyalahgunaan dana semakin besar,” ujarnya.
Ia juga menyoroti proyek IKN Nusantara yang sebelumnya disebut akan didanai oleh investor asing, tetapi hingga kini masih mengandalkan anggaran negara. Jika skema serupa diterapkan pada proyek kereta cepat, ia khawatir akan ada peningkatan utang negara yang pada akhirnya membebani rakyat melalui kenaikan pajak dan biaya hidup lainnya.
Mobilitas Penduduk Masih Rendah
Purwadi membandingkan rencana ini dengan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Menurutnya, tingginya mobilitas masyarakat di kedua kota tersebut membuat kebutuhan akan kereta cepat lebih masuk akal.
“Sementara itu, Kaltim memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit dan mobilitas yang tidak setinggi di Pulau Jawa. Jadi, apakah proyek ini benar-benar menjadi prioritas?” ungkapnya.
Menurutnya, masih banyak masalah yang lebih mendesak untuk diselesaikan di Kaltim, seperti peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan gratis serta pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan yang lebih layak.
“Misalnya, membangun jalur lingkar luar Samarinda yang dapat menghubungkan daerah-daerah terpencil dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh hanya sekadar proyek populis tanpa perhitungan matang. Jika tidak direncanakan dengan baik, kebijakan seperti ini justru dapat membebani negara dan masyarakat dalam jangka panjang.
“Perencanaan harus mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat serta keberlanjutan ekonomi daerah,” jelasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id