Konflik Perkebunan Tergolong Tinggi, Disbun Kaltim Upayakan Penanganannya melalui Bimtek

Devi Nila Sari
22 Views
Disbun Kaltim saat Bimtek Mediasi Penanganan Konflik Usaha Perkebunan Tahun 2023. (Dok Diskominfo Kaltim)

Disbun Kaltim terus mendorong minimalisir konflik perkebunan. Salah satunya, melalui Bimbingan Teknis Mediasi Penanganan Konflik Usaha Perkebunan Tahun 2023.

Kaltim.akurasi.id, Balikpapan – Konflik perkebunan yang terjadi di Kaltim tergolong tinggi. Pada Februari 2023 terdata jumlah konflik usaha perkebunan se-Kaltim sebanyak 48 kasus di 42 perusahaan perkebunan yang terdiri dari 31 kasus lahan dan 17 kasus non lahan.

Hal ini sedikit banyaknya turut menjadi hambatan terhadap perkembangan subsektor perkebunan. Mengingat, perkebunan di Kaltim memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Antara lain dari aspek ekonomi, aspek sosial hingga aspek ekologis.

Untuk itu, dalam rangka penanganan dan penyelesaian konflik perkebunan di Kaltim melalui jalur mediasi. Disbun Kaltim melaksanakan Bimbingan Teknis Mediasi Penanganan Konflik Usaha Perkebunan Tahun 2023 selama dua hari. Dari 11 hingga 12 Juli 2023.

Sebab, Pemprov Kaltim melalui instansi teknis mengatakan, untuk meminimalisir konflik perkebunan yang terjadi. Dibutuhkan penanganan khusus yang dapat menghasilkan win win solution.

“Dari 48 kasus tersebut yang menjadi prioritas untuk ditangani oleh pemerintah provinsi bersama dengan pemerintah kabupaten sebanyak 14 kasus,” ungkap Kepala Dinas Disbun Kaltim Ahmad Muzakkir didampingi Kepala Bidang Usaha, Taufiq Kurrahman saat memberikan arahan.

Konflik Sektor Perkebunan Perlu Penanganan Serius

Jenis konflik lahan antara lain Konflik perusahaan dengan masyarakat, tumpang tindih Ijin/peruntukan lahan, Okupasi lahan oleh masyarakat, Tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan, dan Ganti rugi lahan.

Sedangkan konflik non lahan antara lain tuntutan kebun plasma, penolakan oleh masyarakat,  Pembagian hasil penjualan TBS dan  Harga TBS kelapa sawit.

Konflik sektor perkebunan menjadi persoalan yang mendesak untuk segera dicarikan solusi. Sebab, penundaan penyelesaian akan berakibat pada lemahnya proses penegakan hukum, investasi ekonomi, dan kondisi sosial yang semakin tidak menentu.

Dengan demikian, dalam mencari alternatif penyelesaian konflik tersebut diusahakan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau diuntungkan. Baik itu pihak perusahaan perkebunan, pemerintah, masyarakat, atau singkatnya harus menemukan solusi yang baik untuk semua pihak.

Selama ini, mekanisme penyelesaian konflik umumnya mengarah pada penyelesaian legal formal atau jalur hukum melalui pengadilan. Yang berujung pada ketidakpuasan dari salah satu pihak yang dikalahkan karena putusan pengadilan.

“Namun seringkali membuat konflik berkepanjangan terjadi hingga menimbulkan kerugian materi dan immateri pada para pihak yang berkonflik,”tegasnya.

Salah satu hambatan dalam percepatan penyelesaian konflik adalah kurang tersedianya juru damai atau penengah (mediator). Yang benar-benar memiliki pemahaman dan keterampilan untuk melaksanakan mediasi yang baik dan benar.

Proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses perundingan atau musyawarah, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak suatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak. (adv/diskominfokaltim/prb/ty)

Penulis: Pewarta
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *