Ditulis oleh: Ida Wahyuni
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat diatas menjadi dasar atas diwajibkan atas umat muslim seluruh dunia berpuasa, dengan syarat-syaratnya, seruannya jelas dan tujuan dengan berpuasa juga terang.
Ramadan adalah bulan berlipat pahala, bulan penuh ampunan, bulan penuh rahmat, bulan bonus pahala, bulan dimana segala amalan kita akan diterima dan dikabulkannya doa.
Kita lihat umat muslim diseluruh pelosok negeri juga di dunia dari orangtua, pemuda dan anak-anak seyogyanya menyambutnya Ramadan dengan bersuka cita, mempersiapkan dengan persiapan terbaik, berbekal ilmu, fisik yang terjaga, mental yang sehat, dan harta yang baik, cukup dan halal.
Sungguh rugi orang yang memasuki bulan Ramadan dengan tanpa persiapan, apalagi menghabiskan waktu di bulan Ramadan dengan hal yang sia-sia. Kita telah melewati setengah perjalanan bulan suci ini, tentu rasa haru, bahagia, sedih bercampur. Bahagia karena kita berada di bulan Ramadan, sedih karena sudah setengah perjalanan terlewatkan, berkaca kembali amal apa yang sudah kita persembahkan di hari-hari yang telah kita lalui.
Tak luput juga bagi para pemuda dalam menghabiskan hari-hari di bulan Ramadan dengan hal sia-sia, diantaranya ada balap liar, bahkan disiang hari banyak yang tidak berpuasa, padahal tidak termasuk golongan orang yang boleh tidak berpuasa, juga berani berbuat dosa besar diantaranya berzina, naudzubillah.
Para pemuda Islam semestinya berupaya menyucikan jiwanya. Mereka bersungguh-sungguh menempa jiwanya sehingga meningkat keistikamahannya untuk meniti jalan hidayah.
Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW bersabda, “Tujuh (golongan) yang Allah naungi pada hari yang tidak ada naungan, melainkan naungan dari-Nya, (yaitu) pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Tuhannya, …” (HR Bukhari dan Muslim).
Para pemuda Islam semestinya berupaya menyucikan jiwanya. Mereka bersungguh-sungguh menempa jiwanya untuk melaksanakan beragam ibadah sunah, seperti salat malam, berpuasa pada hari-hari yang memiliki keutamaan, dan membaca zikir harian. Hal itu akan meningkatkan keistikamahan untuk meniti jalan hidayah, disertai konsistensi dalam menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan dan sesuatu yang mendatangkan murka Rabb-nya.
Pemuda di Masa Kejayaan Islam
Pemuda pada masa itu mereka tak jauh berbeda dengan pemuda saat ini, mereka juga punya naluri, senang berkumpul dengan teman sebaya, ingin diakui, butuh eksistensi, kadang galau, butuh menyalurkan jiwa patriotismenya. Namun, yang membedakannya adalah pola pikir dan pola sikap mereka dalam menghadapi masalah.
Dimasa kejayaan Islam, segala sesuatu disandarkan pada islam, ketika mereka mendapat masalah naluri, islam menjawab dengan jawaban yang indah, jika seorang pemuda yang telah siap lahir dan bathin maka di perintahkan untuk menikah, jika mereka ingin menunjukkan jiwa patriotismenya maka ada panggilan jihad, bukan dengan yang ada saat ini tawuran, balap liar dst., jika mereka butuh berkumpul dengan teman sebaya, mereka berkumpul di majelis, rihlah (melakukan perjalanan), dimasa kejayaan islam juga banyak lahir ilmuwan muslim sejati, yang hasilnya bisa kita nikmati hingga saat ini, seperti ahli kedokteran Ibnu Sina, ahli Astronomi yang juga pelopor ilmu pesawat terbang, ahli matematika penemu aljabar al khawarizmi dan masih banyak yang lainnya.
Sungguh, pemuda butuh kembali pada identitas mereka sebagai hamba yang bertakwa, merebut predikat hamba terbaik, yang mereka tak segan menyeru kepada kebaikan dan senantiasa beraktifitas mencegah kemungkaran.
Semoga segera kembali masa-masa keemasan islam, agar pemuda dapat menemukan jati diri mereka yang sebenarnya. Yakni menjadi pemuda yang dirindu syurga. (*)
Catatan ini ditulis oleh Ida Wahyuni, S.Pd.I yang merupakan seorang guru dan pemerhati umat di Kota Bontang.