Konflik agraria antara warga Desa Telemow dan PT ITCI KU terus memanas. Di tengah proses persidangan, lahan warga mulai digusur meski belum ada putusan hukum tetap. Warga mempertanyakan keadilan dan keberpihakan negara.
Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Perselisihan antara warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, dengan PT International Timber Corporation In Indonesia Kartika Utama (PT ITCI KU) makin memasuki babak baru yang mengkhawatirkan. Tak hanya menyangkut status kepemilikan lahan, konflik ini kini merambah ke ranah pidana, bahkan eksekusi sepihak di lapangan.
Empat warga Desa Telemow Syafarudin, Hasanudin, Rudiansyah, dan Syahdin—ditahan Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara sejak 13 Maret 2025. Mereka dijerat dengan dua dakwaan: pengancaman dan penyerobotan lahan yang diklaim masuk dalam HGB milik perusahaan yang dimiliki oleh adik Presiden RI, Hashim Djojohadikusumo.
Padahal, warga mengklaim telah tinggal di wilayah tersebut jauh sebelum perusahaan hadir. “Saya saja menjadi RT sejak tahun 1992,” kata Muna, salah satu tokoh masyarakat Desa Telemow. Ia menyebut keluarganya telah bermukim sejak 1940-an, sementara HGB PT ITCI KU baru terbit pada 1993.
Sengkarut ini bermula dari penerbitan dan perpanjangan HGB tanpa pelibatan warga. “Tidak pernah ada sosialisasi, apalagi komunikasi dengan kami,” ungkap Muna. Bahkan, saat HGB 00001 seluas 83,55 hektare diperpanjang pada 2017, warga mengaku tak diajak bicara.
Sebelumnya, laporan penyerobotan lahan oleh warga ke Polres PPU pada 2020 sempat kandas karena ahli menilai tidak ada unsur pidana. Warga mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT). Anehnya, SKT itu justru ditarik dan dibatalkan oleh pihak kecamatan pada 2021.
Perkara lalu dibawa ke DPRD PPU dan memicu Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang tegang pada 2023. Warga yang hadir justru dilaporkan melakukan pengancaman. Laporan ini dibuat oleh Nicholay Aprilindo, perwakilan perusahaan yang kini menjabat Dirjen di Kemenkumham RI.
Kini proses persidangan dua perkara—pengancaman dan pelanggaran atas tanah, tanaman, dan pekarangan—masih berlangsung di Pengadilan Negeri Penajam dengan nomor perkara 52/Pid.B/2025/PN Pnj dan 53/Pid.B/2025/PN Pnj.
Namun yang lebih mengkhawatirkan, di tengah proses hukum yang belum final, perusahaan mulai menggusur lahan warga sejak Rabu (7/5/2025). Kepala Desa Telemow, Munib, menyebut bahwa ada sekitar 30 hektare yang sedang di-“land clearing” menggunakan alat berat.
“Tapi ini belum resmi dari perusahaan, belum ada komunikasi langsung. Tapi di lapangan, itu yang terjadi,” kata Munib, Kamis (8/5/2025).
Munib menyayangkan penggusuran dilakukan tanpa ada komunikasi langsung, padahal sebagian lahan yang digusur masih terkait erat dengan proses hukum yang sedang berjalan. Kata Munib, ia telah mendata warga terdampak, termasuk jenis tanaman dan estimasi nilai lahan. Setidaknya lima warga sudah melapor ke desa. Ia pun telah menyampaikan laporan ke kecamatan, kepolisian, dan kejaksaan, serta meminta penghentian eksekusi di lapangan.
“Bagaimana pun ini warga kami. Kami menyayangkan langkah sepihak seperti ini. Harusnya sabar dan tunggu proses hukum. Meskipun lahan yang digusur tidak sedang diperkarakan langsung, tapi ini tetap berkaitan,” tegas Munib.
Sementara itu, Sartinah, istri terdakwa Rudiansyah, mengaku sudah sejak 2017 terus menerima somasi dari perusahaan. “Komunikasi langsung tidak ada, tapi surat terus masuk. Isinya minta kami kosongkan lahan,” ucapnya. (*)
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id