Aliansi Nelayan Kerang Dara Muara Badak kembali berdemo menuntut ganti rugi dan pencabutan AMDAL PT PHSS. Perusahaan menegaskan pencemaran bukan berasal dari aktivitas mereka dan mengajak hormati proses investigasi.
Kaltim.akurasi.id, Kukar – Aksi unjuk rasa kembali dilakukan oleh Aliansi Nelayan Kerang Dara Muara Badak sejak Senin (19/5/2025). Demonstrasi ini merupakan bentuk kekecewaan nelayan atas hasil mediasi pada 8 Mei 2025 yang dinilai belum membuahkan keputusan tegas.
Dalam aksi yang digelar di depan gerbang PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), para petambak kembali menggaungkan tiga tuntutan utama:
- Mendesak PT PHSS segera membayarkan ganti rugi kepada petambak kerang dara sesuai berita acara mediasi pada 10 Januari 2025.
- Menuntut PT PHSS memulihkan ekosistem pesisir Muara Badak yang tercemar akibat aktivitas migas.
- Meminta pemerintah mencabut izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) milik PT PHSS.
Hingga Selasa (20/5/2025), para petambak masih bertahan di lokasi aksi, berharap tuntutan mereka dipenuhi dalam kurun waktu tujuh hari ke depan.
Menanggapi aksi tersebut, PT PHSS melalui Manager Comrel & CID PT Pertamina Hulu Indonesia, Dony Indrawan, menyampaikan bahwa perusahaan menghargai setiap aspirasi masyarakat selama disampaikan sesuai koridor hukum.
“Perusahaan berharap semua pihak dapat menghormati proses yang sedang berjalan, agar keputusan yang diambil bersifat objektif dan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Dony dalam pernyataan resminya.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman, hingga kini belum terdapat bukti kuat yang menunjukkan keterkaitan antara pencemaran dan aktivitas pengeboran sumur PHSS.
“Karena itu, kami tetap berkeyakinan bahwa tidak ada kaitan antara kegiatan operasi migas perusahaan dengan kejadian gagal panen kerang darah,” tegasnya.
Dony menyebutkan, PT PHSS juga prihatin atas musibah tersebut. Pihaknya menduga kematian massal kerang darah dipengaruhi oleh faktor alam, khususnya tingginya intensitas hujan.
Perusahaan juga mengklaim telah menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Dinas Sosial. Pada Maret lalu, bantuan tunai sebesar Rp2 juta diberikan kepada 299 nelayan, dan tambahan 52 paket sembako disalurkan bagi keluarga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sebelumnya, hasil uji laboratorium telah diterima oleh para petambak sejak 21 April 2025. Pengujian dilakukan di 18 titik lokasi, mulai dari kolam limpasan di area pengeboran yang diduga menjadi sumber pencemaran, hingga pesisir laut dan area tambak. Pengujian juga mencakup sampel air, sedimen, dan biota kerang dara.
Laporan tersebut menunjukkan adanya pencemaran di 10 titik, dengan tingkat pencemaran mulai dari ringan hingga cukup berat. Hal ini dibuktikan melalui indeks saprobik dari analisis plankton dan uji histopatologis terhadap jaringan tubuh kerang darah.
Namun, pendekatan isotop yang digunakan dalam pengujian masih dalam tahap baseline signature. Artinya, belum dapat disimpulkan secara pasti apakah pencemaran berasal dari kolam limbah perusahaan.
Situasi ini kembali memicu perdebatan antara petambak dan pihak perusahaan dalam mediasi 8 Mei 2025 di Kantor DLHK Kukar. Komisi I DPRD Kukar kemudian menyarankan agar permasalahan ini dibawa ke tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk penyelesaian lebih lanjut. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id