Ujian Fiskal di Daerah, Inovasi atau Krisis?

Ketika pusat menutup sebagian keran anggaran, daerah dipaksa menakar ulang kemampuan bertahan hidupnya. Apakah ini saatnya melahirkan inovasi fiskal, atau pertanda awal krisis otonomi daerah yang selama ini dibanggakan?
Fajri
By
9.8k Views

Oleh: Muhammad Bijak Ilhamdani

Sejak awal penunjukannya sebagai Menteri Keuangan, saya langsung jatuh hati pada gaya Pak Purbaya dalam menjawab ekspektasi publik. Salah satu kebijakan pertama yang menguji kepemimpinannya adalah keputusan untuk melanjutkan pengurangan alokasi Transfer ke Daerah (TKD). Langkah ini langsung menimbulkan gelombang protes dari berbagai daerah, bahkan sempat mendorong 18 gubernur mendatangi kantor Kementerian Keuangan untuk menyampaikan keberatan secara langsung.

Dari perspektif daerah, kebijakan tersebut bisa dianggap sebagai “bencana fiskal”, mengingat banyak pemerintah daerah masih sangat bergantung pada alokasi TKD untuk membiayai aktivitas pemerintahan dan pembangunan. Sebagai contoh, di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) tingkat ketergantungan terhadap TKD mencapai sekitar 80 persen dari total APBD. Ketergantungan itu meliputi belanja modal, belanja operasional, hingga belanja pegawai yang merupakan instrumen fundamental bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

Saat ini proses penyusunan APBD Murni 2026 masih dalam tahap pembahasan antara TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) dan Banggar DPRD. Berdasarkan surat Kementerian Keuangan RI tentang rancangan alokasi TKD 2026, saya memperkirakan nilai total APBD PPU 2026 hanya akan berkisar Rp1,7 triliun hingga Rp1,8 triliun. Angka ini menunjukkan potensi penurunan signifikan dibandingkan APBD 2025 yang mencapai sekitar Rp2,4 triliun pasca pengesahan APBD Perubahan.

Dampaknya tentu akan menimbulkan tekanan fiskal yang luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, serta kemampuan daerah menjaga stabilitas pelayanan publik dan keberlanjutan pembangunan. Keterbatasan ruang fiskal ini berpotensi menghambat pelaksanaan program prioritas, menurunkan kualitas layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, bahkan berujung pada fiscal distress yang memaksa pemerintah daerah melakukan rasionalisasi belanja secara ketat.

Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dan melemahkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah, khususnya di tingkat lokal.

Namun yang menarik, di sisi lain, alokasi anggaran sejumlah kementerian justru meningkat. Meski Pak Menteri telah menjelaskan bahwa pengurangan TKD dilakukan karena rendahnya efektivitas belanja di daerah, serta untuk memperkuat intervensi pusat melalui program strategis nasional di daerah, kebijakan ini tetap berpotensi mengikis semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Padahal, prinsip pemerataan pembangunan telah lama menjadi fondasi hubungan keuangan antara pusat dan daerah.

Tahun 2026 akan menjadi tahun ujian fiskal bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Namun, di balik tekanan itu, tersimpan peluang untuk melahirkan inovasi kebijakan dan kreativitas fiskal. Pemerintah daerah tidak bisa lagi sekadar menjadi pelaksana kebijakan pusat. Mereka harus bertransformasi menjadi aktor pembangunan yang mandiri, mampu membangun strategi pendapatan daerah yang lebih beragam, memperkuat sinergi lintas sektor, serta memaksimalkan potensi ekonomi lokal sebagai sumber pertumbuhan baru.

Harapannya, pemerintah pusat juga tidak hanya fokus pada efisiensi fiskal semata. Kebijakan pengurangan TKD harus diimbangi tanggung jawab dan komitmen yang kuat untuk memastikan pembangunan daerah tetap berjalan dan tidak menambah kesenjangan antarwilayah.

Dengan demikian, “ujian fiskal” ini tidak semestinya menjadi krisis, melainkan momentum untuk menegaskan arah baru hubungan keuangan pusat dan daerah yang lebih adil, produktif, dan berkelanjutan. (*)

Muhammad Bijak Ilhamdani

Muhammad Bijak Ilhamdani, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk periode 2024-2029.

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana
#printfriendly .related-sec { display: none !important; } .related-sec { display: none !important; } .elementor-2760 .elementor-element.elementor-element-0f8b039 { --display: none !important; } .elementor-2760 { display: none !important; }