Laporan investigasi kematian massal kerang dara di Muara Badak membuktikan adanya pencemaran lingkungan. Namun, lambannya penindakan dari pemerintah Kukar memicu pertanyaan besar dan kecurigaan publik.
Kaltim.Akurasi.id, Kutai Kartanegara – Laporan hasil investigasi atas kematian massal kerang dara di wilayah Muara Badak pada akhir 2024 telah resmi dirilis. Dalam laporan tersebut, ditemukan adanya pencemaran berat yang menjadi faktor utama kematian kerang, yang berdampak langsung pada kegiatan budidaya nelayan setempat.
Laporan hasil investigasi ini diterima masyarakat pada Senin, 21 April 2024. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dalam menindaklanjuti temuan tersebut.
Kondisi ini menuai sorotan dari Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Ia menilai pemerintah seharusnya segera mengambil langkah hukum karena pencemaran tersebut telah terbukti melalui uji laboratorium yang kredibel.
“Kalau pencemaran sudah terbukti, pemerintah tidak boleh diam. Itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencemaran lingkungan,” tegas Herdiansyah.

Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dalam Pasal 99, disebutkan bahwa pihak yang melakukan pencemaran wajib melakukan pemulihan lingkungan. Sementara Pasal 100 mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan hidup, seperti air limbah, emisi, atau gangguan lingkungan lainnya.
Herdiansyah menilai sikap diam pemerintah sangat mencurigakan. Lambannya penanganan ini memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat, bahkan menimbulkan asumsi adanya kompromi di balik layar.
“Pemerintah membiarkan pencemaran tanpa tindakan, apa bedanya dengan pelaku kejahatan? Jangan-jangan DLH dan pemerintah sudah ‘masuk angin’, karena ada semacam tawar-menawar di dalamnya,” sindirnya.
Ia menegaskan bahwa persoalan ini menyangkut hajat hidup masyarakat pesisir dan harus menjadi perhatian serius semua pihak. Jika Dinas Lingkungan Hidup Kukar tidak mampu mengambil langkah hukum, menurutnya, sebaiknya aparat penegak hukum turun tangan.
“Polisi bisa mengambil alih dan memproses dugaan tindak pidana lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT PHSS berdasarkan bukti laboratorium yang ada,” tegasnya.
Jika kejahatan lingkungan seperti ini dibiarkan, Herdiansyah khawatir akan menjadi preseden buruk dan mendorong terulangnya kejadian serupa di masa depan karena tak ada efek jera bagi para pelaku.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden. Pelaku kejahatan lingkungan akan merasa aman karena tidak ada konsekuensi hukum,” jelasnya. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id