
Jeritan Hati Pedagang dan Masyarakat Bontang Digempur Pandemi Tak Berkesudahan. Di antara masyarakat Bontang yang banyak merasakan dampak, yakni para pedagang kecil. Yang mengandalkan rezeki dari berjualan di tempat kerumunan orang.
Akurasi.id, Bontang – Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, peribahasa inilah yang kini dialami kalagan pedagang kecil, termasuk Kargun (28). Warga asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang berjualan di Kota Bontang ini mengatakan mewabahnya Covid-19 benar-benar mencabik-cabik ekonomi rumah tangganya.
Penghasilannya sebagai tukang roti keliling terjun bebas sejak adanya pandemi melanda 2020 lalu. Bahkan dampak yang dia rasakan terus berlanjut hingga kini. Kargun bercerita, di masa normal ia mampu meraup keuntungan bersih hingga Rp150 ribu per hari. Selama pandemi melanda keuntungannya merosot hingga 50 persen.
“Dulu waktu masa normal hasil jualan saya bisa sampai Rp500-600 ribu per hari. Tapi saya harus setor ke bos hasilnya. Per Rp100 ribu, saya dapat Rp25 ribu. Jadi bisa dapat keuntungan bersih hingga Rp150 ribu. Kalau sekarang, kadang enggak sampai Rp80 ribu,” ucapnya, saat disambangi Akurasi.id, Sabtu (7/8/2021).
Meski begitu, Kargun mengaku sejak awal pandemi hingga saat ini, dirinya belum pernah tersentuh bantuan dari Pemerintah Bontang. Enggak pernah sama sekali saya dapat bantuan selama pandemi ini,” akunya.
Kata Kargun, dirinya pernah mendaftar sebagai calon penerima bantuan UMKM. Kendati demikian, saat melakukan pendaftaran Kargun terhalang persyaratan yang mengharuskan calon peserta melampirkan surat keterangan izin usaha.
“Saya pernah daftar tapi saya enggak punya surat izin usaha. Yang punya kan bos saya. Saya hanya pekerja. Jadi enggak bisa dapat,” ujarnya menyampaikan jeritan hati pedagang sepertinya. Kargun pun terpaksa harus gigit jari, tak bisa merasakan bantuan UMKM Rp1,2 juta itu.
Beda halnya dengan Madekan (44), pedagang pentol goreng yang berjualan di samping SMP 2 Bontang, Jalan Ir H Juanda. Dia mengaku sudah dua kali mendapat bantuan dari pemerintah daerah. “Saya sudah dua kali dapat bantuan UMKM, tahun lalu dan tahun ini,” ujarnya.
[irp]
Kendati demikian, Madekan merasa bantuan yang diterimanya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan modal usahanya. Jika dibandingkan dengan biaya operasional dan kebutuhan pokok, bantuan uang tunai Rp1,2 juta tidak cukup membantu. “Bantuan dari pemerintah itu sangat kurang. Tidak cukup membantu untuk modal usaha sama biaya anak istri,” tukasnya.
Pun dia berharap, secepatnya pembelajaran di sekolah kembali normal. Pasalnya, mata pencaharian sebagai penjual pentol sangat bergantung dari anak sekolah. Di masa normal dirinya bisa meraup keuntungan hingga Rp200-300 ribu per hari. Untuk saat ini pemasukannya tidak menentu. Terkadang Madekan hanya mendapat hasil Rp80-100 ribu per hari. “Semoga saja secepatnya anak-anak aktif lagi belajar. Kalau begini terus saya bisa gulung tikar,” ujarnya.
[irp]
Berkaitan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT), salah seorang warga RT 04, Kelurahan Api-Api, Bontang Utara, Prayudi (26) juga mengatakan belum pernah tersentuh bantuan dari Pemkot Bontang. “Selama ada Covid-19 ini belum pernah dapat bantuan. Jangankan dapat bantuan, didata saja tidak pernah,” ujarnya.
Pria yang masih berstatus mahasiswa itu bercerita, dia harus pontang-panting bekerja serabutan demi membayar biaya kuliah dan kebutuhan pokok. “Orang tua saya di Jawa. Saya tinggal cuman berdua, bareng adik. Dia juga masih mahasiswa, belum ada kerjaan. Untuk kebutuhan hidup saya bekerja sendiri,” ucapnya. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Redaksi Akurasi.id