Riak Sungai, Nafas Pesut, Jejak Danielle

Di riak Sungai Mahakam, Pesut Mahakam menari anggun, sementara Danielle Kreb menapaki jejak cinta dan dedikasi, menjaga makhluk rapuh itu agar tetap hidup dan lestari.
Fajri
By
15.3k Views

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Di jantung Kalimantan Timur, Sungai Mahakam mengalir panjang, membelah hutan lebat dan desa-desa tepian sungai. Airnya berkilau saat mentari menyinari permukaan, seakan memantulkan setiap tarikan napas kehidupan yang bergantung padanya. Di balik riak itu, tersimpan kisah seorang perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk makhluk langka yang menari di arus: Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris).

Dialah Danielle Kreb, peneliti asal Belanda yang lebih dari dua dekade hidup berdampingan dengan satwa khas sungai itu. Setiap hari, ia menyusuri tepian Mahakam, mengamati, mencatat, dan menjaga agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Kisahnya bukan sekadar perjalanan ilmiah. Ini adalah kisah dedikasi, cinta, dan panggilan hati untuk melindungi kehidupan yang rapuh di sungai purba ini.

Dari tepian yang tenang hingga arus yang deras, Danielle menemukan tujuan hidupnya. Ia berjuang agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan pesut menari di Mahakam, sama seperti hari pertama ia melihatnya.

Masa Kecil Gadis Belanda yang Terpikat Alam

Danielle Kreb lahir pada 1971 di Emmeloord, kota kecil di Belanda yang dikelilingi ladang hijau bergelombang. Sebagai anak bungsu, ia tumbuh dalam suasana penuh kasih, kebebasan, dan dorongan untuk mengeksplorasi dunia.

Sejak kecil, ia terpikat pada satwa. Setiap film dokumenter tentang kehidupan liar menjadi jendela dunia baginya. Saat berusia enam tahun, matanya terpaku pada lumba-lumba Sungai Amazon di televisi. Ia bertanya-tanya: siapa yang menjaga mereka? Bagaimana mereka bisa bertahan hidup?

Rasa ingin tahunya bertambah ketika seorang perwakilan LSM datang ke sekolahnya membahas kelangkaan gorila di tahun 1970-an. Saat itu Danielle menyadari: kepedulian terhadap satwa bukan sekadar hobi, tapi panggilan hidup.

“Pas waktu kecil, saya bertanya tanya gimana cara menyelamatkan mereka, siapa yang akan menolong satwa tersebut,” kenangnya sambil menatap jauh ke masa kecilnya.

Orang tuanya membiarkan Danielle mengeksplorasi alam dan tumbuh sesuai minatnya. “Saya suka alam liar, satwa, serta hiking dan berkemah,” ujarnya singkat namun sarat makna.

Dari Belanda ke Borneo: Takdir di Ujung Sungai

Setelah lulus sekolah menengah, Danielle menempuh studi biologi di University of Amsterdam. Awalnya, ia berniat meneliti lumba-lumba sungai di China. Namun populasi yang kritis membuat rencana itu batal. Ia kemudian beralih meneliti kucing hutan di Skotlandia.

Suatu hari, rekan peneliti dari Indonesia memberitahunya tentang lumba-lumba sungai di Kalimantan Timur. Danielle terkejut; ia tak pernah tahu mamalia air itu hidup di Indonesia. Dari rasa ingin tahunya, ia menelusuri dunia Pesut Mahakam, sang penari sunyi di perairan Borneo, satu-satunya lumba-lumba sungai di Indonesia yang kini terancam punah.

Pada 1997, dengan dukungan BKSDA, Danielle menginjakkan kaki di tanah Borneo untuk pertama kali. Saat survei di Hulu Mahakam, matanya bertemu pesut, momen yang ia sebut “sentuhan keabadian.”

“Saya masih ingat jelas momen itu, di daerah hulu Sungai Mahakam. Saya terkesan, karena sebelumnya saya pikir lumba-lumba hanya hidup di laut,” katanya sambil tersenyum tipis.

Meski awalnya cemas diterima masyarakat, keramahan penduduk tepian sungai membuatnya merasa berada di rumah baru. Danielle kemudian mengajukan proposal penelitian tentang Pesut Mahakam ke BKSDA dan diterima. Selesai studi S2 di Belanda, ia menjadi relawan peneliti lumba-lumba di Hongkong. Namun hatinya tetap tertuju pada Pesut Mahakam. Pada 2001, dengan dukungan sponsor, ia kembali ke Indonesia untuk melanjutkan penelitian.

Cinta dan Kolaborasi yang Melahirkan RASI

Di Kalimantan Timur, Danielle bertemu Budiono, alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul). Keduanya berbagi cinta pada alam dan Pesut Mahakam. Bersama, mereka mendirikan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), garda depan pelindung Pesut Mahakam.

“Pak Budi mengusulkan untuk membentuk LSM, agar pendekatan konservasi bisa lebih dekat dengan masyarakat,” kenang Danielle.

RASI melakukan riset populasi, habitat, perilaku pesut, serta edukasi masyarakat. Dukungan datang dari berbagai lembaga internasional: TFCA Program, Whitley Fund for Nature, Forest Trust, hibah USAID-Kementerian Kehutanan, dan donasi individu. Dukungan lokal datang dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kutai Kartanegara pada 2013 dan 2015.

“Kami juga banyak terbantu oleh donasi individu. Ada yang lewat fundraising, ada yang langsung. Jumlahnya beragam, tapi semuanya berarti,” ujarnya dengan tawa tipis.

Saat ini, RASI memiliki lima staf tetap dan sepuluh ranger penuh waktu. Mereka bekerja bersama warga lepas memantau pesut, memperbaiki alat, dan memberikan edukasi.

“Kadang kami hanya makan mi instan berhari-hari. Tapi melihat satu pesut terselamatkan, semua lelah terbayar,” kenangnya getir.

Danielle dan Budiono menikah pada 2001. Setahun kemudian lahirlah seorang putri, sumber semangat mereka. Meskipun berkeluarga, Danielle tetap bekerja tanpa henti untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong pemerintah serta perusahaan melindungi Pesut Mahakam.

Momen yang Menggetarkan Hati Bersama Pesut Mahakam

Selama dua dekade, Danielle menyimpan kenangan tak terlupakan di tepian Mahakam. Ia menyaksikan keajaiban alam, tarian pesut yang memabukkan, dan kesedihan saat menyelamatkan pesut terluka.

Ia mengingat Joji, pesut muda yang suka bermain di Danau Semayang, mengingatkan pada kegembiraan masa kecil, dan “Nenek Fiona”, pesut tua yang bijaksana, seolah membagikan rahasia hidupnya lewat setiap gerakan.

Pesut Mahakam
Foto: Danielle Kreb, Peneliti Pesut Mahakam dari RASI. (Dok. Danielle Kreb)

Mahakam, Rumah yang Kini Dilindungi

Kawasan konservasi Pesut Mahakam kini berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan, satu-satunya konservasi perairan tawar nasional.

“Jadi, habitat Pesut Mahakam menjadi yang pertama diakui secara nasional sebagai kawasan konservasi perairan tawar,” paparnya lembut.

Pesut hidup dengan ritme sabar: betina baru bereproduksi di usia delapan atau sembilan tahun, melahirkan satu anak setiap tiga setengah tahun. Betina menjaga anaknya dengan penuh kasih, jantan membentuk kelompok remaja sungai. Saat musim kawin, kedua kelompok berpadu menari di pusaran air yang memantulkan cahaya mentari.

“Kami pernah menyaksikan mereka kawin di alam liar. Momen itu seperti tarian halus yang penuh rahasia,” katanya sambil tersenyum.

Ancaman yang Mengintai dari Arus dan Logam Berat

Populasi pesut terbanyak berada di Sungai Melak, Kota Bangun, hingga Muara Muntai. Saat kemarau, mereka naik hulu mencari perairan tenang. Dahulu, sekitar 70 persen kematian pesut disebabkan jaring insang dan rengge. Kini, pinger menjadi penyelamat baru.

“Kami sudah membagikan lebih dari 200 unit pinger kepada nelayan. Cara sederhana, tapi menyelamatkan banyak nyawa,” jelasnya.

Namun populasi kini hanya sekitar 60 ekor. Ancaman dari manusia: tambang, limbah sawit, lalu lintas kapal besar, dan pelanggaran Permenhub Nomor 52 Tahun 2012.

“Banyak ponton parkir di kawasan konservasi. Padahal area itu tempat pesut mencari makan,” ujar Danielle sembari risau.

Pencemaran logam berat dari cat kapal anti-fouling meningkat di Sungai Katiman dan Tembagi. Saat kapal berkurang pada Juli lalu, kadar logam menurun—menunjukkan sungai butuh istirahat. Sampah rumah tangga di kampung-kampung tepian Mahakam juga menjadi persoalan yang belum terselesaikan.

“Kami pernah bantu tempat sampah di kampung-kampung, tapi hasilnya belum maksimal,” ujarnya.

Kini harapan ada di tangan manusia. RASI bersama pemerintah dan warga terus berupaya mengurangi plastik, mendaur ulang, dan mendidik anak-anak tentang arti sungai.

“Kami hanya ingin agar anak cucu kita masih bisa melihat pesut menari di sungai ini, seperti hari pertama mereka lahir di dunia,” jelasnya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Fajri Sunaryo

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana
#printfriendly .related-sec { display: none !important; } .related-sec { display: none !important; } .elementor-2760 .elementor-element.elementor-element-0f8b039 { --display: none !important; } .elementor-2760 { display: none !important; }