Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Samarinda Tertinggi di Kaltim, DPRD Desak Penanganan Menyeluruh

Devi Nila Sari
2 Views
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, saat diwawancarai. (Muhammad Zulkifli/Akurasi.id)

DPRD Samarinda desak pemerintah berikan penanganan menyeluruh terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak. Guna menyelesaikan permasalahan yang ada.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Samarinda mencatatkan angka tertinggi di Kaltim. Hingga Maret 2025, tercatat sebanyak 50 kasus terjadi di ibu kota provinsi ini. Kondisi ini menjadi perhatian serius DPRD Samarinda yang mendesak pemerintah untuk menangani persoalan ini secara komprehensif, hingga ke tingkat desa dan kelurahan.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti menilai, tingginya angka kekerasan tidak semata menjadi indikator buruk, tetapi juga cerminan dari meningkatnya keberanian masyarakat dalam melapor. Meski begitu, ia menegaskan pentingnya tindak lanjut terhadap laporan tersebut.

“Jangan sampai kasusnya banyak, tapi tidak diselesaikan. Justru itu bisa jadi bom waktu. Jadi, sebenarnya tidak apa-apa kasus banyak, asalkan masyarakat berani melapor, kasusnya diungkap, dan yang paling penting, diselesaikan,” tegasnya.

Ia mengingatkan pemerintah, agar tidak hanya fokus pada pelaporan dan pendataan, tetapi juga memastikan perlindungan nyata kepada korban. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat menjadi kunci agar sistem perlindungan yang telah ada bisa berjalan efektif.

“Aparat kita sudah bagus, regulasi juga sudah ada, sistem di pemerintahan juga sudah berjalan. Tapi kalau masyarakat tidak teredukasi, tetap saja tidak efektif,” ucapnya.

Politikus Demokrat ini menyebut, pendekatan yang dilakukan harus bersifat menyeluruh, mulai dari penguatan regulasi, peningkatan peran serta masyarakat, hingga pengembangan kelembagaan yang mendukung perlindungan perempuan dan anak.

“Harus ada pendekatan yang komprehensif. Peran serta masyarakat seperti apa, regulasi dari pemerintah seperti apa, dan kelembagaan juga harus disiapkan,” tambahnya.

Dewan Nilai Keberadaan Rumah Aman Masih Belum Ideal

Disisi lain, secara demografis, tingginya jumlah penduduk di Samarinda memang menjadi salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap tingginya angka kasus. Namun, Sri menyebut, ada sisi positif dari kondisi ini, yaitu semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dan semakin terbukanya akses pelaporan.

“Ini sebenarnya anomali. Kalau dulu banyak kasus yang tidak terungkap ke publik, sekarang kesadaran masyarakat meningkat, dan sosialisasinya juga lebih baik. Itu hal yang positif,” tuturnya.

Meski pemerintah telah menyediakan rumah aman melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Namun, dia menilai, fasilitas tersebut belum sepenuhnya memenuhi standar ideal.

“Rumah aman yang saya tahu menurut PPA itu sudah bagus. Tapi, menurut kami belum. Karena idealnya rumah aman itu berada di lingkungan yang benar-benar steril. Harus disiapkan satpam, bahkan ada komisarisnya seperti di rumah sakit,” jelasnya.

Selain itu, lokasi rumah aman yang dinilainya belum strategis lantaran rumah aman seharusnya memiliki akses langsung ke fasilitas kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial lainnya agar korban bisa mendapatkan pendampingan dan rehabilitasi secara menyeluruh.

“Harusnya akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya itu tersambung. Karena SDM adalah yang paling penting,” pungkasnya. (Adv/dprdsamarinda/zul)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *