Untuk memenuhi konsumsi protein hewani bagi masyarakat Kutim, Bupati menargetkan 5 ribu sapi setiap tahun. Oleh sebab itu, DTPHP Kutim berencana mengembangkan peternak mandiri melalui pola kerja sama dengan perkebunan sawit.
Kaltim.akurasi.id, Sangatta – Kebutuhan daging di Kutai Timur (Kutim) cukup tinggi. Oleh sebab itu Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengajak masyarakat untuk mengembangkan ternak. Lantaran sejauh ini Kutim masih mendatangkan hewan potong dari luar daerah.
Menurut orang nomor satu di Kutim ini, tahun 2020 populasi sapi di Kutim mencapai 19.775 ekor dengan produksi daging mencapai 4.503,35 ton. Namun masih di bawah kebutuhan konsumsi masyarakat Kaltim. Sehingga masih memerlukan pasokan dari luar daerah. Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Kutim. Dia menekankan agar masyarakat harus mampu menciptakan ketahanan pangan dengan memproduksi daging. Terutama pemenuhan protein hewani tanpa biaya tinggi.
“Cara murah dan mudah dapat dimulai dari lingkungan kita sendiri dengan lebih memberdayakan sumber daya yang ada di masyarakat melalui kelompok peternak (gapoktak),” kata Ardiansyah saat melakukan panen pedet (anakan sapi, Red.), di Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Rantau Pulung, Kamis (9/11/2023).
Bupati menargetkan ada 5 ribu ekor sapi yang harus disiapkan setiap tahun. Untuk memenuhi konsumsi protein hewani bagi masyarakat Kutim. Dia menyebut saat ini baru ada seribu lebih sapi di Kutim. Jumlah tersebut dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat.
Mendukung program yang dimaksud melalui Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Peternakan (DTPHP), Kutim bakal mengembangkan peternak mandiri. Dengan pola kerja sama dengan perkebunan sawit yang banyak tersebar di Kutim.
“Harapannya bisa memenuhi kuota daging sapi bagi warga Kutim,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala DTPHP Kutim Diah Ratnaningrum mengatakan akan meningkatkan produktivitas ternak dengan memperkuat sistem pemeliharaan dan manajemen peternakan secara umum. Termasuk memasok sapi sari luar daerah, seperti Bali dan NTB.
Berbagai aspek menjadi titik pengendalian program. Di antaranya peningkatan kualitas pakan, bibit, kesehatan hewan, pengendalian pemotongan betina produktif, dan pasca panen. Pengolahan produk asal hewan serta manajemen usaha.
“Saat ini, DTPHP juga telah difokuskan kepada Upsus Siwab atau Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting,” ujar Diah.
Diah mengungkapkan, peningkatan populasi ternak melalui Upsus Siwab tidak akan mengikuti pola konvensional atau yang lama. Peternak diarahkan agar mandiri. Pihaknya akan memperkuat subsektor pendukung. Seperti penyediaan bibit dan pakan berkualitas, serta pendampingan petugas di lapangan.
“Dengan program yang dijalankan ini, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat,” bebernya.
Selain usaha tersebut, Diah mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni. Sehingga memenuhi skala ekonomi, pengembangan kawasan peternakan dan pendampingan petugas dan pengembangan pola integrasi ternak tanaman. Misalnya integrasi sapi-sawit, jagung-sawit, kemudian pengembangan padang penggembalaan, optimalisasi lahan eks tambang dan kawasan padang penggembalaan.
“Ada simbiosis mutualisme, saling menguntungkan antara limbah sawit menjadi pakan ternak. Kemudian kotoran sapi dimanfaatkan untuk pupuk organik sawit. Hasilnya ada peningkatan Tandan Buah Segar (TBS) setelah menggunakan pupuk organik,” tutupnya. (adv/diskominfokutim)
Penulis: Pewarta
Editor: Redaksi Akurasi.id