Tak serap Bankeu Kaltim, SILPA Pemprov diprediksi Rp159 miliar. Tiap kabupaten dan kota disebut memiliki kendala masing-masing terkait rendahnya penyerapan Bankeu. Dari ketidaklengkapan dokumen, hingga minimnya waktu yang tersedia dalam mengerjakan pekerjaan.
Akurasi.id, Samarinda – Menjelang akhir tahun, penyerapan dana bantuan keuangan (Bankeu) Kaltim dipastikan tidak mencapai 100 persen. Menyisakan anggaran senilai Rp159 miliar yang dikhawatirkan bakal menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) di dalam kas daerah.
Namun, tak semua daerah di Kaltim tak serap Bankeu Kaltim secara maksimal. Dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, ada 4 daerah dinyatakan tidak melakukan penyerapan Bankeu 100 persen.
Di antaranya, Balikpapan hanya menyerap Bankeu sebesar 65 persen atau Rp83.785.000.000, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) juga hanya mampu menyerap Bankeu sebesar 65 persen atau Rp71.792.500.000. Kemudian, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menyerap 65 persen atau Rp73.171.799.192,70. Penyerapan Bankeu paling rendah dialami oleh Kota Bontang, yaitu 25 persen atau Rp12.159.500.000.
Diketahui, dari tiga tahapan pencairan Bankeu, Kota Balikpapan, Kabupaten Kukar dan Kabupaten Kutim tidak mendapatkan dana transfer tahap ketiga. Sementara, Kota Bontang tidak mendapatkan dana transfer dalam 2 tahapan. Hal tersebut pun menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran.
Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun menjelaskan, tiap kabupaten/kota memiliki kendala masing-masing terkait rendahnya penyerapan Bankeu. Dari ketidaklengkapan dokumen, hingga minimnya waktu yang tersedia dalam mengerjakan pekerjaan.
“Nomenklatur berbeda dengan provinsi, juga yang tidak digabungkan sesuai arahan provinsi. Ada juga yang dilaksanakan, tapi belum dicairkan karena kekurangan dokumen. kemudian berkas yang tidak lengkap, waktu tidak sesuai jadwal yang ditentukan. Mulai asistensi awal, kelengkapan berkas, sehingga mengakibatkan keterlambatan,” jelasnya.
Berkaitan hal tersebut, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim menginginkan agar penyerapan anggaran dapat dilakukan 100 persen. Karena tak ingin anggaran yang tidak disalurkan menjadi SILPA.
Menurutnya, pencairan Bankeu Kabupaten Kukar masih dapat diupayakan karena pekerjaan yang hampir selesai. Hanya masalah penagihan yang terlambat. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan di Bontang dan Kutim. Karena sudah tidak sanggup melaksanakan pekerjaan. Di sisi lain, telah beberapa kali melakukan lelang namun gagal.
“Banggar bersepakat agar bisa dicairkan. Limitasi pusat itu tanggal 31 Desember. Gubernur memberikan limitasi tanggal 20 Desember sudah harus klir, tapi sampai tanggal 20 Desember belum. Ini kan hanya masalah administratif, kami minta agar dapat diselesaikan,” kata dia.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim Sa’duddin AK mengatakan, pembayaran Bankeu yang tak dicairkan tergantung dari pengajuan setiap kabupaten/kota. Apabila kabupaten/kota telah melakukan pembayaran kepada rekanan, maka pembayaran bisa ditagihkan kepada provinsi dengan pencairan melalui tiga tahapan.
“Yang diminta provinsi, itu pertama adalah DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). Kalau sudah ada DPAnya, dikirim ke provinsi lewat aplikasi. Maka kami akan setor 25 persen ke daerah. Kalau daerah tidak mengunggah buktinya, maka provinsi juga tidak akan membayar dan menggantinya,” papar Sa’duddin.
Namun demikian, lanjut dia, bisa jadi kabupaten/kota belum membayar ke rekanan sehingga tidak memiliki bukti pembayaran. Pencairan bisa juga terhambat dikarenakan ketika proses pengajuan dan verifikasi ke dalam sistem, ternyata tidak sesuai.
Apabila pencairan dilakukan belakangan pun, dikatakan Sa’duddin, sudah terlambat. Karena batas waktu pencairan telah berakhir pada 20 Desember 2021. Dana yang tersisa akan menjadi SILPA di Pemprov Kaltim. “Jadi kalau kabupaten/kota membayar ke rekanan, itu urusan kabupaten/kota. Tidak kami intervensi. Yang jelas provinsi batas waktunya 20 (Desember) kemarin,” tegasnya.
Pemprov pun angkat tangan berkaitan hal tersebut dan menepis anggapan apabila hal ini terjadi dikarenakan buntut keberadaan Pergub 49/2020. “Enggak ada hubungannya (Pergub 49/2020). Cari-cari alasan. Kegiatannya konkret, itu urusan kabupaten/kota. Dari awal provinsi sudah mendorong,” ujarnya
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bontang Aji Erlynawati mengakui, bahwa rendahnya penyerapan anggaran Bankeu bukan dikarenakan masalah dana transfer. Namun dikarenakan realisasi anggaran yang memang rendah sebab ada keterlambatan lelang.
“Kami ada keterlambatan dalam penerimaan DPA, asistensi, lelang yang gagal beberapa kali. Sehingga waktunya semakin sempit. Pihak ketiga tidak mampu 100 persen menyerap proyek tersebut,” jawabnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id